HARIAN NEGERI, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperluas penyelidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara dengan menelusuri keterlibatan empat Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN). Langkah ini menyusul penetapan sejumlah tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan akhir Juni lalu.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan bahwa tim penyidik saat ini masih berada di Sumatera Utara dan mulai menyasar satker yang bertanggung jawab terhadap proyek-proyek bernilai besar.
“Kami sudah mulai bergerak ke balai jalan atau Satker PJN di wilayah tersebut,” ujar Asep dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (20/7).
Asep menjelaskan bahwa fokus penyelidikan kini mengarah ke empat Satker PJN di Sumut karena dianggap mengelola anggaran besar yang berpotensi rawan penyimpangan. Salah satu pejabat di Satker PJN Wilayah I Sumut, Heliyanto, sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Tidak menutup kemungkinan pola serupa terjadi di satker lainnya. Karena itu, penyelidikan kami tidak hanya berhenti pada satu PPK atau satu satker,” tegasnya.
Pihaknya juga membuka kemungkinan adanya perluasan lingkup kasus, tergantung pada temuan bukti dan informasi dari proses pemeriksaan di lapangan. Seluruh hasil penyelidikan akan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dianalisis dan dipaparkan ke pimpinan.
Sebagai latar belakang, KPK melakukan OTT pada 26 Juni 2025 terhadap sejumlah pihak di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut dan Satker PJN Wilayah I. Dua hari kemudian, lima orang ditetapkan sebagai tersangka dalam dua klaster kasus berbeda.
Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala UPTD Gunung Tua sekaligus PPK Rasuli Efendi Siregar (RES), PPK Satker PJN Wilayah I Heliyanto (HEL), Dirut PT DNG M. Akhirun Efendi (KIR), dan Direktur PT RN M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).
Dugaan suap terkait proyek pembangunan jalan dengan nilai total mencapai Rp231,8 miliar. Pada klaster pertama, Topan dan Rasuli diduga menerima suap dari pihak kontraktor, sedangkan pada klaster kedua, Heliyanto disebut sebagai penerima dana dari dua pihak swasta tersebut.
Leave a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Top Story
Ikuti kami