HARIAN NEGERI, Jakarta - Gerakan Pemuda Mahasiswa Sumatera Selatan (GAASS) menggelar aksi damai di depan Kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Provinsi Sumsel, Senin (14/4/2025). Aksi ini merupakan bentuk protes atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Bukit Asam (PTBA), yang dinilai merugikan negara, daerah, dan masyarakat sekitar.
Ketua Umum GAASS, Andi Leo, menyampaikan bahwa akumulasi persoalan yang melibatkan PTBA tidak bisa terus dibiarkan. Salah satu yang paling disoroti adalah akuisisi PT Bumi Sawindo Permai (BSP) oleh PTBA melalui anak usahanya, PT Bukit Multi Investama (BMI), pada Oktober 2014 senilai Rp861 miliar.
“Akuisisi ini menimbulkan banyak tanda tanya, karena diduga berkontribusi pada kerugian keuangan daerah. Publik juga masih menyimpan kecurigaan meski lima terdakwa, termasuk mantan Dirut PTBA Milawarma, telah divonis bebas dalam persidangan terkait kasus ini,” ujar Andi.
Akuisisi BSP mencakup lahan HGU seluas 8.345,90 hektare dan HGB seluas 346 ribu meter persegi. Wilayah tersebut disinyalir memiliki kandungan batu bara hingga 500 juta ton, yang direncanakan untuk menunjang kebutuhan energi PLTU Mulut Tambang Sumsel 9 dan 10.
Namun, menurut GAASS, proses ini justru merugikan pemerintah daerah. Pemerintah Kabupaten Muara Enim kehilangan potensi pendapatan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) senilai Rp86,1 miliar serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp50 miliar yang tidak masuk ke dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD).
"Selain persoalan administratif, kami juga menyoroti konflik agraria yang semakin panas. Banyak lahan kebun plasma dan tanah milik masyarakat yang belum dibebaskan ataupun diganti rugi oleh PT BSP. Padahal perusahaan telah mengantongi Sertifikat HGU Nomor 2 Tahun 1994. Ini jelas menimbulkan konflik horizontal di tengah masyarakat,” jelas Andi.
GAASS menilai bahwa meskipun PTBA berdalih menjalankan operasi demi mendukung ketahanan energi nasional, praktik di lapangan menunjukkan banyak penyimpangan.
“Kami mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum tidak hanya melihat aspek legalitas formal, tapi juga memperhatikan dampak sosial dan lingkungan yang muncul. Keadilan dan kesejahteraan masyarakat harus menjadi prioritas,” tegas Andi.
Andi Leo juga mengingatkan bahwa PT Bukit Asam sebelumnya pernah dinyatakan bersalah dalam perkara perusakan lingkungan, akibat aktivitas penambangan batu bara yang tidak dikelola secara bertanggung jawab.
“Rekam jejak ini harus menjadi perhatian serius. Jangan sampai perusahaan besar leluasa merusak lingkungan dan merugikan masyarakat tanpa ada konsekuensi hukum yang jelas,” pungkasnya.
GAASS menyatakan akan terus mengawal kasus ini dan mendorong keterbukaan dari pemerintah dalam penyelesaian konflik lahan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat lokal.
Leave a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Top Story
Ikuti kami