__temp__ __location__

HARIAN NEGERI - Palu, Rabu (15/10/2025), Advokat M. Wijaya S., S.H., M.H. bersama Eko Agung, S.H., dari kantor JAYA & JAYA LAW Firm., yang berkedudukan di Kota Palu, Selaku Kuasa Hukum dari Ibu Nur Rabiathul Adawiah W., Orang Tua dari Anak Nuant Chandra Askari, secara resmi menanggapi dan membantah dengan tegas Somasi (Teguran Hukum) yang dilayangkan pada tanggal 09 Oktober 2025 dari Pimpinan Pondok Pesantren BAABUL KHAIR Poso.

IMG-20251015-WA0036
Advokat M. Wijaya S., S.H., M.H. bersama Eko Agung, S.H., saat diwawancarai oleh awak media, Rabu (15/10/2025).

M. Wijaya S., S.H., ​mengungkapkan kepada awak media bahwa ia dan timnya menilai bahwa somasi ini adalah tindakan intimidasi hukum (menacing) yang berupaya melakukan kriminalisasi (kriminalisering) terhadap orang tua korban.

“Sangat disayangkan, sosok icon Pimpinan Pondok Pesantren, yang seharusnya mengedepankan kebijaksanaan, mencari jalan keluar, dan solusi yang beretika atas permasalahan kekerasan yang menimpa santrinya, justru memilih untuk melayangkan Somasi kepada klien kami dengan ancaman pidana dan gugatan perdata. Tindakan ini tidak sepantasnya dilakukan dan mengindikasikan pengabaian terhadap nilai-nilai edukasi,” ungkap M. Wijaya S., S.H., Rabu (15/10/2025). 

M. Wijya menjelaskan bahwa ​Sebagai respon aktif terhadap intimidasi ini, hari ini, Rabu tanggal 15 oktober 2025, dia dan timnya secara aktif telah mendatangi dan berkoordinasi dengan pihak Kepolisian Resor (Polres) Poso untuk memastikan proses hukum terhadap Laporan Pengaduan klien kami berjalan efektif.

“Tindakan klien kami adalah manifestasi dari pelaksanaan Parental Duty dan hak konstitusional (ius constituendi) untuk mendapatkan perlindungan hukum,” jelasnya. 

“Kami mempercayakan sepenuhnya kasus ini kepada pihak Kepolisian, berlandaskan prinsip Asas Keadilan (Rechtvaardigheidsbeginsel) dan profesionalisme aparat penegak hukum,” lanjutnya. 

Eko Agung, S.H., juga menambahkan bahwa mereka menolak dan membantah dengan tegas seluruh dalil Somasi Pondok Pesantren yang mengklaim telah terjadi penyelesaian damai pada 12 dan 16 Agustus 2025. Faktanya, tidak pernah ada kesepakatan damai yang substantif dan mengikat secara hukum.

“​Klaim perdamaian ini kami pandang sebagai ilusi penyelesaian masalah (illusory settlement) dan defectus substantiae atau cacat substansi yang secara nyata bertujuan mengeliminasi tanggung jawab institusional. Lebih jauh, kami menolak ancaman tuntutan Pidana UU ITE dan prosedur penyelesaian Somasi yang tidak transparan, yang bertentangan dengan Asas Kepastian Hukum (Beginsel van Rechtszekerheid),” tambah Eko Agung S.H., 

​selain itu, Eko Agung, S.H., mengatakan bahwa tim mereka memberi Peringatan Hukum Balik Menuntut Accountability Institusi kepada Pondok Pesantren terikat pada Asas In Loco Parentis, yang mewajibkannya menjamin perlindungan santri. 

“Somasi yang dilayangkan pimpinan pondok pesantern secara tegas menunjukkan indikasi adanya kelalaian (negligence) institusional dan penolakan pertanggungjawaban (accountability),” kata Eko Agung, S.H.,

​Oleh karenanya, kami menegaskan kesiapan untuk menempuh jalur hukum secara komprehensif:

  1. Mendukung proses Pidana yang sedang diusut Polres Poso.
  2. ​Mengajukan Gugatan Perdata Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad) berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata untuk menuntut ganti rugi dan pemulihan nama baik (Restitutio In Integrum) bagi anak korban.

M.Wijaya dan Eko Agung juga menuturkan bawah ​mereka sudah memberikan tembusan ke Kemenag RI, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Serta lembaga maupun aparat pengawas terkait.

“Kami telah menembuskan Jawaban Somasi ini kepada Menteri Agama RI c.q. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, KPAI, DPR RI Komisi VIII, dan seluruh aparat pengawas terkait” tutup mereka. 

Agung Gumelar

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie