Yogyakarta (ANTARA) – Menjawab kondisi darurat sampah yang melanda Kota Yogyakarta sejak November 2023, sekelompok anak muda bergerak menciptakan solusi berbasis komunitas di Warungboto. Lewat gerakan Great and Green Indonesia , mereka menggagas pendekatan baru yang memadukan pengelolaan sampah organik, pertanian perkotaan, dan sistem insentif berkelanjutan demi membangun kesadaran lingkungan masyarakat.
“Melihat kondisi darurat sampah tersebut, Bu Siti Nurlaela selaku founder mengajak kami para mahasiswa untuk memulai sebuah gerakan pengelolaan sampah,” kata Salsadila Panicara, Manajer Great and Green Indonesia, kepada Harian Negeri Yogyakarta, Sabtu (21/6).
Gerakan ini resmi berdiri pada tahun 2023 dan berpusat di Warungboto, Yogyakarta. Meski Dinas Lingkungan Hidup (DLH) telah menyediakan fasilitas seperti RTHP dan tempat sampah, serta melakukan sosialisasi, namun implementasinya dirasa belum optimal. Karena itu, kata Salsabila, komunitas ini berinisiatif membentuk gerakan mandiri yang melibatkan mahasiswa dan masyarakat sekitar.
Berbagai program dilakukan, mulai dari edukasi pemilahan sampah, pembentukan kelompok tani, hingga pengembangan pertanian perkotaan. “Kami menanam terong, cabai, dan tomat. Hasilnya kami jual ke masyarakat,” ujarnya.
Menariknya, komunitas ini juga menerapkan sistem tukar sampah berhadiah . Warga yang rutin membuang sampah sebanyak enam kali akan mendapat pupuk kompos atau bibit tanaman secara gratis. Inisiatif ini bertujuan mengubah perilaku masyarakat sekaligus memperkuat ketahanan pangan berbasis lingkungan.
Atas dedikasi tersebut, Great and Green Indonesia terpilih sebagai salah satu Tim Penggerak Terbaik se-DIY dalam Sayembara Aksi Jaga Bumi yang digelar Kitabisa. Dalam ajang nasional yang difasilitasi UNDP itu, komunitas ini mewakili DIY dan bersaing dengan 33 tim dari seluruh Indonesia.
“Kami masuk 10 besar dan diundang ke Jakarta untuk presentasi. Alhamdulillah, kami berhasil meraih penghargaan The Most Inclusive Youth Sociopreneurship dan menerima dana pengembangan sebesar Rp10 juta,” ungkap Salsabila. Dana tersebut digunakan untuk memperkuat kegiatan komunitas, termasuk memperluas program edukasi dan fasilitas pengelolaan sampah.
Komunitas ini mencatat, rata-rata volume sampah yang berhasil dikelola mencapai 100 hingga 150 kilogram per hari, atau sekitar 22 ton dalam setahun. Sampah yang ditangani mayoritas terdiri dari organik dan anorganik. “Untuk botol plastik, kami kumpulkan dua minggu sekali dan hasil penjualannya masuk ke kas komunitas,” jelasnya.
Leave a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Top Story
Ikuti kami