__temp__ __location__

HARIAN NEGERI - Jakarta, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) menggelar aksi damai di depan Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta Pusat, sebagai bentuk seruan moral kepada negara untuk bersikap tegas dalam menjawab maraknya praktik intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama di berbagai daerah, pada Selasa (22/7/2025). 

Aksi ini dipimpin langsung oleh Ketua Umum Pengurus Pusat GMKI, Prima Surbakti, didampingi oleh Ketua Bidang Aksi dan Pelayanan PP GMKI (Kabid Akspel), Combyan Lombongbitung, serta diikuti puluhan kader dari sejumlah cabang GMKI Wilayah III, yaitu Bogor, Bekasi, Depok, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan Tangerang Selatan.

Dalam aksi tersebut, GMKI menyampaikan lima tuntutan utama yang berpijak pada refleksi atas berbagai peristiwa intoleransi yang terjadi belakangan ini. Tuntutan GMKI yaitu ;

  1. Mendesak Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri mencabut PBM 9 dan 8 2006 yang menjadi pintu masuk gerakan intoleransi, presekusi dan diskriminasi kebebasan beribadah.
  2. ⁠Mendesak Menteri Agama untuk meredam segala bentuk gerakan intoleran yang merusak keharmonisan dan kerukunan umat beragama yang sedang dan akan terjadi di berbagai wilayah Indonesia.
  3. Meminta Menteri Dalam Negeri untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kepada Kepala Daerah yang menghambat proses pendirian rumah ibadah seperti pendirian gereja GBKP di Depok dan gereja Toraja di Samarinda seberang dan memastikan kemudahan pendirian rumah ibadah bagi seluruh umat beragama di Indonesia
  4. ⁠Meminta aparatur penegak hukum untuk menindak tegas oknum yang melakukan tindak pelanggaran HAM, seperti pelarangan ibadah, provokasi dan perusakan rumah di Cidahu, Sukabumi.
  5. ⁠Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama sama menjaga keharmonisan dan kerukunan umat beragama di Indonesia.

GMKI juga menyampaikan mendesak Menteri Agama agar tidak hanya menjadi penonton, tetapi tampil proaktif dalam menangani dan meredam laju gerakan intoleransi yang semakin masif. Selain itu, Menteri Dalam Negeri diminta untuk memberikan sanksi dan pembinaan kepada kepala daerah yang terbukti menghambat proses pendirian rumah ibadah, sebagaimana terjadi dalam kasus Gereja GBKP di Depok dan Gereja Toraja di Samarinda Seberang. 

Tuntutan lain juga ditujukan kepada aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelanggaran hak asasi manusia, termasuk pelarangan ibadah, provokasi, dan tindakan perusakan seperti yang menimpa warga Kristen di Cidahu, Sukabumi.

Dalam aksi ini, perwakilan dari berbagai cabang GMKI turut menyuarakan pengalaman langsung atas tindakan-tindakan intoleran yang terjadi di wilayah mereka. GMKI Cabang Bekasi melaporkan pembubaran ibadah Gereja GMIM oleh oknum ASN, dan menyampaikan bahwa sebagian besar gereja di wilayah tersebut belum memiliki IMB karena proses yang dipersulit. 

GMKI Cabang Bogor mengungkapkan insiden penyerangan dan pembubaran ibadah retret di Villa Cidahu, serta tindakan provokatif berupa pencabutan salib dan perusakan properti gereja. Sementara itu, GMKI Cabang Depok menyampaikan bahwa meskipun Gereja GPKB Depok telah memiliki IMB, masyarakat tetap melakukan penolakan dan intimidasi terhadap proses pembangunan.

Aksi damai ini tidak hanya berisi orasi dan seruan, tetapi juga diisi dengan simbol-simbol perdamaian seperti pembagian bunga dan poster bertema cinta kasih kepada masyarakat sekitar. GMKI juga menyampaikam secara resmi tuntutan kepada perwakilan Kementerian Agama.

Dalam orasinya, Combyan Lombongbitung menegaskan bahwa kehadiran GMKI bukan karena amarah, melainkan panggilan moral untuk membela nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. 

“Kami tidak datang membawa kemarahan, melainkan suara nurani. Negara tidak boleh tunduk pada tekanan kelompok intoleran. Semua umat beragama berhak beribadah dengan damai di negeri ini,” tegas Kabid Akspel PP GMKI, Combyan.

Sementara itu, Ketua Umum GMKI Prima Surbakti menyampaikan bahwa GMKI bergerak bukan untuk membela satu kelompok saja, melainkan untuk memastikan negara hadir secara adil bagi seluruh warganya. Menurutnya, PBM 2006 adalah produk hukum yang sudah usang dan tidak sejalan lagi dengan semangat demokrasi serta perlindungan hak asasi manusia. 

“Perjuangan ini kami dasarkan pada tiga pijakan: iman kepada Kristus yang berpihak kepada yang tertindas, konstitusi yang menjamin hak beragama, dan semangat kebangsaan yang menghargai kebhinekaan,” ungkap Prima, dalam orasinya. 

Ia pun menutup orasinya dengan kutipan dari Injil Matius 5:9.

Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah tutup Ketua Umum PP GMKI.

Aksi ini menjadi penanda bahwa GMKI akan terus berdiri di garis depan dalam memperjuangkan keadilan dan kebebasan beragama. Melalui gerakan ini, GMKI berharap pemerintah tidak hanya mencatat tuntutan mereka sebagai dokumen administratif, tetapi benar-benar mengubah arah kebijakan untuk menjamin hak-hak dasar seluruh warga negara. 

GMKI juga menyerukan kepada seluruh elemen bangsa untuk tidak lagi diam terhadap ketidakadilan, melainkan bersama-sama menjaga Indonesia tetap inklusif, adil, dan damai.

Agung Gumelar

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie