HARIAN NEGERI, Jakarta - Malam yang seharusnya menjadi ruang pemulihan bagi para korban aksi justru berubah menjadi ladang ketakutan. Setelah massa aksi gabungan mahasiswa se-Bandung Raya membubarkan diri dengan tertib, sebagian mahasiswa tetap berjaga di kampus Universitas Islam Bandung (Unisba) yang difungsikan sebagai posko medis darurat.
Namun, pada pukul 22.38 WIB, aparat kepolisian melakukan tindakan represif dengan menembakkan gas air matasecara tiba-tiba dan terarah ke dalam area kampus. Insiden tersebut tidak hanya melukai mahasiswa, tetapi juga mengenai perempuan, paramedis, dan ibu-ibu yang berada di lokasi untuk merawat serta mendampingi korban.
Mahasiswa Muhammadiyah Bandung, Abu Darda Sungkar, menyatakan bahwa tindakan aparat tersebut bukan sekadar pelanggaran prosedur, tetapi juga bentuk nyata kekerasan negara terhadap rakyatnya sendiri.
“Tanpa peringatan, gas air mata ditembakkan ke arah kampus. Sasaran mereka bukan hanya mahasiswa, tetapi juga perempuan, paramedis, bahkan ibu-ibu. Di mana letak pengayoman yang dijanjikan? Di mana rasa hormat terhadap ruang akademik, kemanusiaan, perempuan, dan tenaga medis?” tegas Abu Darda.
Tuntutan Mahasiswa se-Bandung Raya
Melakukan evaluasi menyeluruh dan pertanggungjawaban atas tindakan represif aparat pada malam tersebut.
Menjamin perlindungan ruang akademik dan posko medis dari segala bentuk kekerasan.
Memberikan jaminan keamanan bagi mahasiswa, perempuan, dan tenaga medis dalam menyuarakan aspirasi secara damai.
Darda menegaskan bahwa kekerasan tidak boleh menjadi bahasa negara terhadap rakyatnya.
“Kami tidak akan diam. Kekerasan tidak boleh menjadi bahasa negara terhadap rakyatnya. Kami akan terus bersuara, karena diam berarti menyetujui,” ujar Abu Darda Sungkar, Mahasiswa Muhammadiyah Bandung.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami