__temp__ __location__

HARIAN NEGERI, Bangkok - Seorang jenderal tinggi militer Kamboja, Jenderal Srey Duk, dilaporkan tewas dalam pertempuran dengan pasukan Thailand pada Senin (28/7) malam, hanya beberapa menit sebelum gencatan senjata diberlakukan. Hingga kini, pemerintah Phnom Penh belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait kabar duka tersebut.

Menurut sumber dari Komando Wilayah Angkatan Darat Kedua Thailand, Jenderal Srey Duk yang menjabat sebagai Wakil Kepala Angkatan Darat Kerajaan Kamboja dan Komandan Divisi Dukungan ke-3, gugur dalam kontak senjata di perbatasan Thailand-Kamboja pada pukul 23.13. Dikenal sebagai sosok kepercayaan mantan PM Kamboja Hun Sen, Srey Duk sebelumnya juga terlibat dalam negosiasi damai perbatasan di wilayah Chong Bok.

Perang yang meletus kembali sejak Kamis lalu terjadi meski kedua negara telah menyepakati gencatan senjata tanpa syarat yang dijadwalkan mulai berlaku tengah malam, usai perundingan di Malaysia. Namun beberapa jam setelah kesepakatan diumumkan, militer Thailand menuduh Kamboja melanggar perjanjian tersebut dengan melancarkan serangan ke wilayah Thailand.

“Ini merupakan pelanggaran yang disengaja dan upaya merusak rasa saling percaya,” tegas juru bicara militer Thailand, Winthai Suwaree, seperti dikutip dari AFP. Thailand mengklaim berhak merespons dan membela diri.

Sementara itu, juru bicara Kementerian Pertahanan Kamboja, Maly Socheata, membantah adanya pelanggaran gencatan senjata maupun bentrokan baru. Ia menyatakan tidak ada insiden bersenjata di wilayah manapun.

Kendati demikian, suasana di garis depan mulai tenang sejak tengah malam. Ledakan berhenti dalam 30 menit menjelang pukul 00.00 dan ketenangan berlanjut hingga fajar, menurut laporan jurnalis AFP di Samraong, sekitar 20 km dari perbatasan.

Dalam pernyataan Selasa pagi melalui Facebook, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet menyatakan situasi telah mereda sejak gencatan senjata berlaku. Sebelumnya, Angkatan Udara Thailand dilaporkan mengerahkan dua jet F-16 untuk memutus jalur bala bantuan Kamboja dan menghancurkan posisi artileri di sekitar Kuil Ta Kwai.

Konflik kali ini tercatat sebagai yang paling mematikan sejak rentetan bentrokan pada 2008–2011. Sedikitnya 38 orang tewas dan hampir 300.000 orang mengungsi sejak perang kembali meletus pekan lalu.

Presiden AS Donald Trump, Malaysia, dan China turut terlibat dalam upaya mediasi. Malaysia menjadi tuan rumah perundingan, sementara Sekjen PBB Antonio Guterres menyerukan kedua pihak menghormati gencatan senjata dan mencari solusi damai jangka panjang.

Thailand dan Kamboja masing-masing menuding pihak lain menggunakan bom curah dan menyerang fasilitas sipil seperti rumah sakit. Thailand melaporkan 25 korban jiwa (11 tentara dan 14 warga sipil), sedangkan Kamboja mengonfirmasi 13 korban tewas, termasuk lima prajuritnya.

Ketegangan di kawasan perbatasan sepanjang 800 km ini dipicu sengketa atas sejumlah kuil kuno yang demarkasinya belum disepakati sejak masa penjajahan Prancis. Di tengah konflik, perayaan ulang tahun ke-73 Raja Thailand Maha Vajiralongkorn pun dibatalkan.

Kedua negara kini didesak untuk menghormati kesepakatan dan membuka jalan bagi perdamaian permanen di kawasan tersebut.

 

Melisa Ahci

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie