HARIAN NEGERI, Jakarta - Dewan Eksekutif Mahasiswa Universitas (DEMAU) UIN Raden Fatah Palembang bersama jajaran ditingkat Fakultas hingga Himpunan Jurusan menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Sumatera Selatan dalam rangka evaluasi kinerja pemerintahan Presiden Prabowo, Kamis (20/2/2025).
Ketua Umum DEMAU UIN RF Palembang Ilham Ibnu Astah, mengatakan untuk saat ini ketika pendidikan di nomor 2 kan ini sudah menjadi kecemasan seluruh masyarakat.
“Hari ini kami turun kejalan menuntut pemerintah untuk mengevaluasi masalah efisiensi anggaran pendidikan dan pendidikan diprioritaskan,” kata Ketua Ilham.
Adapun poin konsolidasi yang dilakukan pada Senin, 17 Februari 2025 oleh Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang terkait pandangan dan tuntutan terhadap kebijakan pemerintah Prabowo-Gibran selama lebih dari 100 hari masa kerja mereka.
- Menolak Pemotongan Anggaran Pendidikan
Mahasiswa menolak kebijakan pemotongan anggaran di sektor pendidikan yang dapat membahayakan investasi jangka panjang menuju Indonesia Emas 2045. Pendidikan yang kuat adalah dasar bagi tercapainya tujuan tersebut. - Pemenuhan Hak Dosen dan Tenaga Pendidik
Mereka meminta pemerintah segera memenuhi hak-hak dosen, seperti tunjangan kinerja (Tukin) bagi dosen ASN, serta menjamin kesejahteraan tenaga pendidik lainnya. Keterlambatan ini dinilai merugikan sektor pendidikan. - Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis
Program ini diminta dievaluasi ulang terkait efektivitasnya. Mahasiswa menekankan pentingnya transparansi dan dampak nyata terhadap kesejahteraan masyarakat luas, agar program ini tidak hanya menjadi simbol kebijakan tanpa manfaat yang jelas. - Penolakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Lingkungan Kampus. Penerbitan IUP di lingkungan kampus ditolak karena dinilai akan merusak lingkungan akademik, melanggar independensi universitas, dan bertentangan dengan prinsip keberlanjutan yang harus dijaga oleh perguruan tinggi.
- Penolakan Revisi Tata Tertib DPR RI
Mahasiswa juga menolak revisi Tata Tertib DPR RI Nomor 1 Tahun 2025, terutama Pasal 288A Ayat 1, yang dianggap dapat mengurangi partisipasi publik dalam mengawasi kinerja legislatif serta melemahkan prinsip demokrasi. - Penolakan Revisi UU KUHAP dan UU Kejaksaan. Mereka menolak revisi terhadap Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Kejaksaan, karena dikhawatirkan akan menimbulkan tumpang tindih dalam proses hukum dan memberikan wewenang terlalu besar kepada kejaksaan, yang berpotensi menciptakan “kekuasaan absolut.”
- Evaluasi Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Mahasiswa meminta penjelasan dan evaluasi terkait kelanjutan pembangunan IKN, termasuk tinjauan anggaran pada kuartal pertama. Transparansi dalam penggunaan anggaran dan pelaksanaan pembangunan menjadi tuntutan penting.
- Evaluasi Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Terakhir, mereka mengusulkan adanya evaluasi terhadap Inpres Nomor 1 Tahun 2025 dan mendesak adanya aturan turunan yang lebih jelas untuk memastikan implementasi yang tepat.
Refrensi terkait permasalahan ini dapat ditemukan dalam dokumen pemerintah terkait anggaran, kebijakan pendidikan, serta UU yang sedang direvisi.
Beberapa jurnal pendidikan dan laporan media nasional juga telah membahas kekhawatiran tentang pemotongan anggaran pendidikan dan pengaruhnya terhadap kualitas tenaga pengajar di Indonesia.
• Laporan Anggaran Pendidikan Indonesia 2025, Kementerian Keuangan
• UU DPR RI Nomor 1 Tahun 2025
• UU KUHAP, UU Kejaksaan
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami