__temp__ __location__

HARIAN NEGERI, Jakarta – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memastikan bahwa putusan terhadap mantan Menteri Perdagangan 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, dalam kasus dugaan korupsi impor gula murni didasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan.

Juru Bicara PN Jakarta Pusat, Andi Saputra, menegaskan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bersikap independen dalam menjatuhkan vonis terhadap Tom Lembong. Ia menyebutkan tidak ada tekanan atau pengaruh politik dalam proses pengambilan keputusan.

“Putusan ini tidak didasarkan pada tekanan atau isu politik. Hakim hanya mempertimbangkan apa yang terbukti di ruang sidang,” ujarnya dalam pernyataan video di Jakarta, sebagaimana dikutip dari laman Antara News, Senin (22/7).

Andi juga mengimbau masyarakat untuk menanggapi kasus ini secara bijak dan sabar karena proses hukum masih berlanjut. Bagi pihak yang belum puas, masih tersedia upaya hukum berupa banding.

Menanggapi berbagai komentar di media sosial dan pemberitaan, Andi mengajak publik untuk membaca keseluruhan isi putusan, bukan hanya bagian yang meringankan atau memberatkan terdakwa. Dengan membaca utuh, masyarakat bisa memahami dasar pertimbangan hakim secara komprehensif.

“Kami berterima kasih atas berbagai masukan dan kritik. Itu menunjukkan masyarakat masih peduli dan mencintai institusi pengadilan,” ungkapnya.

Tom Lembong divonis 4 tahun 6 bulan penjara karena terbukti bersalah dalam perkara korupsi impor gula pada 2015–2016 yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp194,72 miliar. Ia diketahui menerbitkan surat persetujuan impor gula kristal mentah kepada 10 perusahaan tanpa melalui koordinasi lintas kementerian serta tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Selain hukuman penjara, Tom juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp750 juta, dengan subsider 6 bulan kurungan apabila denda tersebut tidak dibayar.

Perbuatan Tom Lembong melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta pidana penjara selama 7 tahun. Namun, pidana denda yang dijatuhkan hakim tetap sesuai tuntutan, yakni Rp750 juta subsider 6 bulan penjara.

Gusti Rian Saputra

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie