__temp__ __location__

HARIAN NEGERI - Jakarta, Pimpinan Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PW PII) Jakarta , menggelar aksi solidaritas kemanusiaan di depan Kedutaan Besar Mesir, Jakarta, sebagai bentuk pembelaan terhadap warga Palestina, khususnya masyarakat Gaza yang hingga hari ini masih terjebak dalam blokade dan krisis kemanusiaan akut pada Selasa (17/6/2026).

Aksi ini dipimpin langsung oleh Ketua Umum PW PII Jakarta periode 2024–2026, Imaduddin Al Fanani, yang menyuarakan sikap tegas dan penuh empati atas tragedi kemanusiaan yang terus berlangsung.

Dalam orasinya, Imaduddin menyampaikan pesan moral yang menggugah.

“Ketika kemanusiaan diperdagangkan, maka peradaban akan hancur,” tegas Imaduddin dalam orasinya.

Ia juga mengutip ayat suci Al-Qur’an sebagai pengingat akan hakikat perjuangan dan tanggung jawab kemanusiaan, serta dengan lantang dia mengatakan bahwa jika "kita mati maka lebih baik menjadi bagian dari perjuangan saudara-saudara kita di Palestina.

“Wa lain muttum aw qutiltum, la ilallahi tuhsyaruun, Jika pada akhirnya kita mati atau terbunuh, kita akan dikumpulkan di Padang Mahsyar, Maka lebih baik kita menjadi bagian dari perjuangan saudara-saudara kita di Palestina,” tambahnya dalam orasi yang lantang.

Aksi yang diikuti oleh ratusan pelajar dan pemuda ini berlangsung damai namun penuh semangat. Mereka membawa poster-poster bertuliskan #FreePalestine, #BukaRafah, dan #SaveGaza, serta menyerukan desakan moral kepada pemerintah Mesir untuk membuka perlintasan Rafah, satu-satunya jalur utama bantuan kemanusiaan menuju Jalur Gaza.

“Wahai Mesir! Kami datang bukan untuk memaki, bukan untuk mencaci, tapi untuk menggugah nurani,” seru Imaduddin dalam orasinya.

Ia menegaskan bahwa Rafah bukan alat tawar-menawar politik, melainkan urat nadi kemanusiaan. Saat ini lebih dari dua juta warga Gaza terkepung tanpa cukup makanan, obatobatan, dan air bersih. Di tengah kondisi itu, Mesir memegang kunci penting bagi keselamatan mereka.

“Apakah nyawa manusia tak lebih penting dari tekanan politik? Apakah kalian lupa bahwa Gaza bukan ancaman—Gaza adalah korban?” tegasnya dalam orasi.

Lebih lanjut, Imaduddin menantang narasi stabilitas dan keamanan yang kerap dijadikan dalih atas penutupan Rafah:

“Jika alasan kalian adalah stabilitas, apa arti stabilitas jika dibangun di atas penderitaan? Jika alasan kalian adalah keamanan, apa arti keamanan jika harus mengorbankan nyawa anakanak?” lanjutnya.

Ia menutup orasinya dengan mengingatkan bahwa sejarah tidak akan pernah berpihak kepada mereka yang diam terhadap ketidakadilan.

“Mesir yang kami kenal adalah tanah Musa yang menjatuhkan Fir’aun, negeri para syuhada, saudara bagi Palestina. Maka kami bertanya, Apakah kalian masih mewarisi keberanian itu, atau telah bisu dan menyerah?” pungkasnya

“Buka Rafah sekarang juga! Jangan jadi tembok penderitaan, jadilah gerbang kemanusiaan! Jika gerbang ini terus tertutup, maka sejarah akan mencatat, Bukan hanya Israel yang membunuh, tapi juga mereka yang membiarkan.” akhir orasinya. 

Agung Gumelar

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie