HARIAN NEGERI, Jakarta - Dalam lanskap aktivitas organisasi kemahasiswaan, prinsip meritokrasi dan partisipasi aktif seharusnya menjadi fondasi penilaian yang kredibel. Namun, temuan empiris dari proses seleksi calon anggota salah satu Organisasi Mahasiswa Psikologi, mengindikasikan adanya fenomena yang patut ditinjau ulang secara metodologis dan etis.
Sejumlah peserta yang tidak mengikuti rangkaian kegiatan secara menyeluruh teridentifikasi sebagai individu yang dinyatakan lulus, bahkan dengan capaian penilaian sempurna. Sementara itu, peserta yang hadir dan berpartisipasi aktif justru mengalami ketidaklolosan. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan epistemologis: apakah indikator partisipasi kini bersifat simbolik, atau telah bergeser menjadi entitas metafisis dalam ranah penilaian organisasi?
Kaji Ulang Objektivitas Penilaian
Ketidaksesuaian antara kehadiran faktual dan hasil evaluasi mendorong urgensi untuk mengkaji sistem penilaian secara lebih terbuka. Keberadaan bias mentor, jika terbukti, merupakan bentuk reduksi terhadap prinsip evaluasi berbasis capaian, bukan preferensi interpersonal.
Perspektif Mahasiswa
Salah satu peserta seleksi, Abu Darda Sungkar, mengungkapkan kegelisahannya.
“Saya menghargai keputusan panitia, namun merasa perlu mempertanyakan bagaimana partisipasi aktif dapat dimaknai dalam konteks seleksi yang adil dan transparan," katanya pada Senin (21/7/2025).
Pernyataan ini mencerminkan keresahan kolektif mahasiswa yang mendambakan sistem seleksi yang bersih, akuntabel, dan berdasarkan kontribusi nyata.
Implikasi Akademik dan Organisasional
Fenomena ini berpotensi menimbulkan disonansi kognitif di kalangan mahasiswa serta mengganggu kredibilitas institusional organisasi. Maka, refleksi dan evaluasi menyeluruh tidak hanya menjadi langkah korektif, melainkan juga bentuk pembelajaran kolektif menuju tata kelola yang lebih etis dan partisipatif.
Leave a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Top Story
Ikuti kami