HARIAN NEGERI – Sebuah laporan terbaru dari Siaran Pers Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyoroti peran krusial data cuaca dan iklim dalam memastikan ketahanan dan keandalan sistem energi terbarukan di tengah percepatan transisi energi global. Laporan bertajuk 2023 Year in Review: Climate-driven Global Renewable Energy Potential Resources and Energy Demand ini disusun bersama oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA), serta Layanan Perubahan Iklim Copernicus (C3S) yang dioperasikan oleh Pusat Eropa untuk Prakiraan Cuaca Jangka Menengah (ECMWF).
Para penulis laporan, termasuk Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo, Direktur Jenderal IRENA Francesco Camera, dan Direktur C3S Carlo Buontempo, menekankan bahwa cuaca dan iklim berdampak langsung pada pasokan serta permintaan listrik. Mereka mencontohkan kondisi El Niño yang memengaruhi curah hujan dan kecepatan angin, sehingga berpengaruh terhadap produksi energi angin dan air. Di sisi lain, kondisi kering yang lebih panjang dapat meningkatkan produksi listrik tenaga surya namun menurunkan produksi hidro.
Laporan ini juga memaparkan bahwa tahun 2023 mengalami peralihan dari La Niña ke El Niño dan menjadi tahun terpanas dalam sejarah pencatatan suhu—hingga akhirnya rekor tersebut kembali pecah pada 2024. Kondisi ini memengaruhi beberapa wilayah secara berbeda. Misalnya, Amerika Selatan mengalami kenaikan kapasitas faktor energi surya hingga 3,9%, sedangkan Asia Timur mencatat kenaikan kapasitas faktor energi angin sekitar 4,1%.

Perencanaan Energi Berbasis Iklim
Laporan menyoroti pentingnya menggunakan prakiraan musiman untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan energi. Dengan informasi iklim yang akurat, pemangku kepentingan dapat mempersiapkan infrastruktur, menyesuaikan beban puncak, serta meminimalkan gangguan yang disebabkan oleh kondisi cuaca ekstrem.
Implikasi Kebijakan
Untuk mencapai target iklim dan energi—termasuk tujuan menahan kenaikan suhu global hingga 1,5 °C—diperlukan portofolio energi yang beragam. Pembangkit listrik berbasis angin, surya, dan air, dipadukan dengan teknologi baru seperti panas bumi dan penyimpanan energi, dinilai efektif meredam dampak variabilitas iklim. Laporan ini juga menekankan pentingnya kerja sama lintas negara, pembangunan infrastruktur yang tangguh, serta pengumpulan dan berbagi data yang komprehensif.
Proyeksi Kapasitas Energi Terbarukan
Menurut laporan, kapasitas terpasang energi angin secara global telah melampaui 1.000 GW pada 2023 dan diproyeksikan mencapai 3.000 GW pada 2030 serta 8.000 GW pada 2050. Energi surya tumbuh lebih cepat, dengan kapasitas mencapai 1.420 GW pada 2023, dan diprediksi naik menjadi 5.400 GW pada 2030 serta 18.000 GW pada 2050. Sementara itu, kapasitas hidro saat ini mencapai sekitar 1.410 GW dan diperkirakan bertambah menjadi 1.500 GW pada 2030 dan 2.500 GW pada 2050.
Laporan ini dirilis menjelang pertemuan Sustainable Energy for All Global Forum di Barbados pada 12–13 Maret, di mana pemimpin dunia dan para pemangku kepentingan diharapkan memperkuat komitmen dalam mempercepat transisi energi bersih, sejalan dengan kesepakatan yang dihasilkan pada COP28 2023.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami