Oleh: Nana aidalia (241011550011), Prodi: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas: Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pamulang, Mata kuliah: Ideologi Negara Pancasila, Dosen pengampu: Dr.Herdi Wisman Jaya, S.pd., M.H.
Pancasila adalah esensi filosofis dan ideologi dasar yang telah melampaui statusnya sebagai lambang negara. Ia adalah roh yang membentuk identitas kolektif dan pedoman moral yang menentukan karakter seluruh rakyat Indonesia. Pancasila bukan sekadar kompromi politik para pendiri bangsa, melainkan kristalisasi nilai-nilai luhur yang telah berakar kuat dalam budaya nusantara, menjadikannya satu-satunya landasan yang valid untuk menyatukan keberagaman ekstrem.
1. Pancasila Sebagai Identitas Bangsa (Jati Diri)
Identitas sebuah bangsa adalah penanda unik yang membedakannya dari bangsa lain. Bagi Indonesia, identitas ini tercermin dalam kemampuan untuk berdiri tegak di atas prinsip Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda tetapi Tetap Satu).
Toleransi yang Religius: Identitas kita diabadikan melalui Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini bukan identitas bangsa yang sekuler, melainkan bangsa yang menjunjung tinggi spiritualitas dan keberagamaan, namun pada saat yang sama, ia sangat menjamin kebebasan beragama dan mengedepankan toleransi. Inilah jati diri Indonesia: religiusitas yang inklusif.
Musyawarah Mufakat: Identitas politik Indonesia, yang termaktub dalam Sila Keempat, mencerminkan akar budaya kita yang mengutamakan dialog, kebijaksanaan, dan pengambilan keputusan secara kolektif. Kita adalah bangsa yang berdemokrasi bukan dengan suara mayoritas yang menindas, tetapi dengan hikmat kebijaksanaan melalui permusyawaratan.
Persatuan di Atas Kelompok: Sila Ketiga, Persatuan Indonesia, menegaskan identitas kita sebagai bangsa yang mengedepankan kepentingan nasional di atas kepentingan suku, agama, ras, atau golongan. Identitas Indonesia adalah persatuan yang kokoh di tengah perbedaan geografis dan kultural.
2. Pancasila Sebagai Karakter Bangsa (Kepribadian Moral)
Karakter bangsa adalah perilaku dan watak kolektif yang secara konsisten diwujudkan dalam kehidupan sosial. Pancasila berfungsi sebagai kompas moral yang membentuk kepribadian ini, menuntun warga negara untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai luhur.
Karakter Humanis dan Beradab: Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, menanamkan karakter empati, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menolak segala bentuk diskriminasi. Karakter yang dituntut adalah kepedulian sosial dan etika luhur dalam interaksi antarmanusia.
Karakter Adil dan Gotong Royong: Sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, membentuk karakter bangsa yang peduli terhadap pemerataan dan kesejahteraan. Karakter ini mewajibkan kita untuk membantu yang lemah, menolak ketidakadilan, dan mempraktikkan gotong royong—bekerja sama tanpa pamrih untuk mencapai kebaikan bersama.
3. Relevansi Abadi dan Tantangan Kontemporer
Di tengah derasnya arus globalisasi yang membawa paham individualisme, radikalisme, dan lunturnya nilai-nilai kearifan lokal, Pancasila berperan sebagai benteng dan filter moral.
Pancasila memastikan bahwa setiap kemajuan yang kita serap tidak merusak kepribadian bangsa. Jika karakter Indonesia kehilangan semangat musyawarah dan keadilan sosial, maka bangsa akan rentan terpecah belah oleh kepentingan pribadi atau golongan. Oleh karena itu, pengamalan Pancasila adalah praktik nyata menjaga identitas dan karakter bangsa agar tetap relevan, adaptif, dan berwibawa di kancah global.
Pancasila bukan sekadar dasar negara yang harus dihafal, tetapi harus dihayati dan diamalkan sebagai cara hidup, menjadikannya sumber kekuatan spiritual dan etika bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami