HARIAN NEGERI, Jakarta - Suasana Desa Pelanjau Jaya, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, mendadak gempar usai digelarnya Musyawarah Rakyat pada Sabtu (14/6/2025).
Dalam forum yang berlangsung sejak pukul 09.00 hingga 17.00 WIB dan dihadiri lebih dari 200 warga, terungkap fakta mengejutkan bahwa PT Budidaya Agro Lestari (PT BAL) anak perusahaan dari Minamas Group diduga telah mengelola sekitar 1.433 hektar lahan sawit tanpa Hak Guna Usaha (HGU) yang sah.
Musyawarah yang difasilitasi oleh Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) dan Lembaga Bantuan Hukum Tridharma Indonesia (LBHTI) ini menghadirkan sejumlah tokoh nasional dan daerah, di antaranya Bungas T. Fernando Duling (Sekjen DPP ARUN), Yudi Rizaldi Muslim (Bidang Hukum dan HAM DPP ARUN), serta Binsar Ritonga (Ketua DPD ARUN Kalbar) dan pengurus wilayah lainnya. Juga hadir Lipi (Direktur LBHTI) dan Yakarias Irawan (Ketua DPC ARUN Ketapang).
Temuan utama disampaikan oleh Muhammad Jimi Rizaldi dosen Politeknik Negeri Ketapang sekaligus Sekretaris DPD ARUN Kalbar. Berdasarkan analisis data Petabhumi milik ATR/BPN, ia menyatakan bahwa lahan yang dikelola PT BAL masuk dalam wilayah tanpa izin HGU yang sah secara hukum.
"Jika perusahaan menjalankan operasionalnya tanpa HGU, maka ini bukan hanya soal legalitas lahan, tapi juga potensi kehilangan pendapatan negara dari pajak, retribusi, serta hak-hak masyarakat adat dan lokal yang terabaikan," tegas Yudi Rizaldi Muslim dalam forum tersebut.
Selain menyentil persoalan legalitas dan potensi kerugian negara, para narasumber menegaskan pentingnya peran negara dalam menertibkan penggunaan lahan oleh korporasi besar. Mereka juga mendorong agar Kementerian ATR/BPN, KPK, dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan melakukan penyelidikan serius atas praktik yang diduga melanggar hukum ini.
Warga Desa Pelanjau Jaya juga menyuarakan kekecewaan mendalam terhadap hilangnya kepercayaan terhadap perusahaan. Mereka menyoroti dampak buruk yang dirasakan, mulai dari hilangnya akses atas lahan adat, terbatasnya ruang hidup, hingga kesenjangan manfaat ekonomi antara warga dan korporasi.
Musyawarah Rakyat ini menjadi tonggak penting perjuangan keadilan agraria di Ketapang, sekaligus menjadi bukti bahwa masyarakat tidak tinggal diam atas dugaan pelanggaran hukum dan perampasan ruang hidup.
Para peserta forum menyerukan agar pemerintah pusat dan daerah segera mengambil langkah hukum dan administratif secara adil, transparan, dan berpihak pada rakyat, demi menjaga kedaulatan atas tanah dan sumber daya alam Indonesia.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami