__temp__ __location__

HARIAN NEGERI, Jakarta - Rahasia Rasa (2025) adalah perpaduan kuliner, sejarah, dan politik Indonesia yang digabungkan jadi satu film. Diadaptasi dari buku Mustika Rasa yang digagas Soekarno.

Film ini mulai tayang di bioskop hari ini, Kamis, 20 Februari 2025.

Hanung Bramantyo, sutradara yang menakhodai sebuah karya untuk menyelami identitas bangsa melalui medium kuliner. Rahasia Rasa (2025) menyuguhkan sebuah drama romansa yang menggabungkan pencarian jati diri dengan penghargaan terhadap warisan resep Nusantara.

Dibintangi oleh Jerome Kurnia dan Nadya Arina, film ini bukan sekadar mengisahkan tentang memasak, melainkan juga sebuah refleksi terhadap sejarah, politik, dan kekayaan kuliner Indonesia yang kerap terlupakan.

Dengan latar belakang buku Mustika Rasa yang terinspirasi oleh inisiatif Presiden Soekarno untuk mendokumentasikan resep-resep tradisional—film ini mencoba mengangkat kuliner sebagai identitas bangsa yang kaya dan penuh cerita.

Hanung Bramantyo berhasil mengajak penonton untuk menyelami pentingnya kuliner, dengan memadukan dunia gastronomi dengan narasi drama dan romansa.

Film berdurasi sekitar 2 jam lebih ini juga menggambarkan bagaimana kuliner Nusantara pernah menjadi bagian dari upaya politik untuk memperkuat identitas nasional Tanah Air.

Film ini mengisahkan Ressa (Jerome Kurnia), seorang koki berbakat yang kehilangan kemampuannya merasakan rasa akibat kecelakaan, yang kemudian bertemu kembali dengan Tika (Nadya Arina), sahabat masa kecilnya. Keduanya mencoba menggali dan menghidupkan kembali warisan kuliner Indonesia.

Yang membuat Rahasia Rasa lebih menarik adalah latar belakang yang kompleks tentang hubungan antara kuliner, sejarah, politik, dan bahkan peran penting yang dimainkan oleh Soekarno dalam pelestarian masakan tradisional Indonesia. Konsep eksplorasi sejarah kuliner Indonesia dalam balutan drama memberikan ruang untuk penceritaan yang kaya.

Sayangnya, eksekusinya kerap terjebak dalam pola melodrama khas film-film Hanung Bramantyo. Lewat beberapa subplot berbeda, ada sedikit kebingungan antara genre drama, aksi, atau kriminal.

Soekarno, sebagai Presiden pertama Indonesia, dikenal tidak hanya sebagai orator ulung, tapi juga sebagai seorang yang sangat mencintai kekayaan budaya bangsa, salah satunya adalah kuliner.

Dalam film ini, penonton disuguhkan dengan sebuah elemen penting yang menjadi benang merah, yaitu keberadaan buku Mustika Rasa yang ditulis oleh Soekarno.

Buku masakan ini bukan hanya sekadar kumpulan resep, tetapi juga sebuah simbol penting dari pemikiran dan perjuangan dalam politik identitas Indonesia di masa lampau.

Secara visual, Rahasia Rasa menonjolkan setiap detail dalam proses memasak dan penyajian hidangan. Kamera yang menyorot dengan intim bahan-bahan lokal, serta keindahan teknik memasak tradisional, memberikan penonton bukan hanya estetika visual, tapi juga pengalaman kuliner.

Ada semacam kecintaan terhadap masakan Indonesia yang tercermin dalam setiap gerakan tangan setiap tokoh di dapur.

Meski kaya akan nilai sejarah dan pesan politik, film ini kadang terasa terbebani oleh eksposisi yang terlalu berat. Narasi kuliner dan sejarahnya memang terjalin dengan apik, tapi ada kalanya plot film ini melambat dalam menggali karakter-karakter utamanya.

Momen-momen intim antara Ressa dan Tika terkadang kurang digarap dengan lebih kompleks, sehingga sisi romansa terlalu kaku.

Salah satu penikmat film Rahasia Rasa, Aang ikut mengomentari usai menyaksikan, ini menarik sekali, mengajarkan untuk lebih mengenal kepada sejarah, menyenangkan, mudah dipahami dalam pembelajaran.

“Saya merasa ada semangat nasionalisme yang tumbuh, apalagi belajar dari tokoh Ressa. Di awalnya dia membenci tanah kelahirannya, dan sok ke Italia an hingga pada akhirnya dia mulai mencintai Indonesia,” ujar Aang saat diwawancarai selepas nonton film di Plaza Senayan, Jakarta, Senin (24/2/2025).

Namun, Rahasia Rasa menjadi tontonan yang cukup menarik untuk sebuah film kuliner. Sebuah karya yang merayakan rasa, sejarah, dan kekuatan politik dalam sebuah hidangan.

Selain Jerome dan Nadya, film ini juga didukung oleh penampilan apik dari Slamet Rahardjo sebagai Subroto, Yati Surachman sebagai Mbah Wongso, Valerie Thomas sebagai Dinda, dan Ciccio Manassero sebagai Alex.

Yusuf Wicaksono

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie