Oleh: Safril Ismail (Ketua Umum komisariat Kedokteran HMI Cabang Ternate)
Teks ini berangkat dari keresehan bangun di waktu subuh tepatnya tanggal 16 Agustus 2025, sempat diam beberapa menit lalu melihat layar HP yang menunjukan kalender hari ini mendatangkan satu alaram pengingat bahwa besok adalah hari Republik Indonesia memperingati hari kemerdekaannya.
Katanya demikian, walau kata merdeka sendiri masih menjadi tanda tanya di isi kepala saya, entah yang berani mengatakan merdeka ini adalah manusia yang sedang dalam kondisi sadar ataukah otaknya sedang mengalami ketidakstabilan serotonin dan dopamin sehingga kata MERDEKA kiranya sebuah ilusi dan halusinasi ataukah delusi massal, yakni semacam keyakinan yang sulit dipatahkan bahwa bangsa ini telah merdeka.
Saya tidak akan panjang lebar persoalan pemaknaan, sebab dalam kenyataannya makna terletak pada tiap individu yang bernyawa, namun yang bernyawa belum tentu memiliki kesadaran, ya tentunya kesadaran juga punya makna yang cukup luas namun yang saya ingin ajak agar teks ini dapat menjadi stimulus refleksi setiap pembaca sebagai obat pembangkit kesadaran, kesadaran apa yang di maksud, tentunya kesadaran berbangsa dan bernegara yang ini akan saya uraikan sedikit terkait judul dari teks ini.
Uraian yang akan saya tulis ini bukanlah jenis teks yang menggambarkan pikiran yang kritis atau bahkan radikal, sebab keinginan dari teks ini bertujuan pada siapa yang membaca adalah mereka para Gen-Z terkhusus dan secara umum bebas untuk siapa saja.
Perlahan saya ingin menginformasikan bahwa semua manusia memiliki otak, dan karena semua manusia memiliki otak tentunya semua manusia memliki dua struktur otak penting yaitu amigdala dan pre-frontal cortex, jika penasaran silahkan cari tahu sendiri namun kurang lebih untuk amigdala lebih berperan pada bagaimana manusia manfsir sesuatu entah itu informasi, penegtahuan, atau berbagai bentuk yang dapat di terima dari luar dirinya namun hasil ini akan direspon lebih condong pada aspek emosional, sedangkan untuk pre-frontal cortex berbeda dengan kinerja amigdala yaitu lebih menitik beratkan pada aspek rasional.
Kenapa saya harus menyinggung otak bahkan menjelaskan sedikit tentang dua struktur otak tadi? yang saya inginkan adalah bentuk ketegasan pemahaman pada kalimat berikut “semua manusia punya amigdala, semua manusia punya pre-frontal cortex namun tidak semua manusia tahu dan paham memfungsikan keduanya.
Dari sinilah kita akan coba membedah judul yang saya maksud “Terlahir merayakan Kemerdekaan Lucu”, nanti silahkan buktikan sendiri fenomena apa saja yang terjadi dalam satu hari dan beberapa hari seterusnya saat bendera Sang Saka Merah Putih di kibarkan, sekilas ada yang merasa saatnya seru-seruan, ada yang berpikir waktunya merebut hadiah, dan sebagian orang hanya ingin menjadi penonton, coba tebak apa yang saya maksud.
Jika anda memiliki cara pandang yang sama dengan saya maka anda akan tepat menjawab sesuai apa yang saya maksud, apa itu? Pernahkah anda melihat lomba makan kerupuk, lomba tarik tambang, lomba lari karung, bahkan yang membuat saya tak dapat menahan tawa adalah lomba siapa yang paling terbaik melakukan ekspresi menangis dan masih banyak lagi jenis lomba-lombaan, inilah realita masyarakat kita dalam mengisi rangkaian hari kemerdekaan.
Silahkan jujur pada diri masing-masing selaku bagian dari bangsa ini, apakah yang tergambarkan di hari yang penting ini adalah serangkaian fenomena yang harus ada ataukah ini sebuah kondisi kematian jiwa massal dalam refleksi kemerdekaan, apa resep obat yang tepat agar ampuh dalam menyembuhkan dan mendatangkan satu revolusi mental bangsa ini. Baiklah mungkin ada sebagian yang merasa dan berpikir ini hanyalah hiburan, atau memiliki nilai yang dapat mempererat hubungan sosial.
Yes, itu juga tidak ada salahnya namun hampir dari tahun ke tahun masyarakat memiliki paradigma yang sama yaitu hari 17-an adalah hari lomba-lombaan, dan lebih mirisnya tak sedikit yang berperan untuk menginisiasi rangkaian ini justru adalah buah pikir dari para mahasiswa yang bertepatan sedang menjalani KKN di lokasi mereka, wow “Kuliah Kerja Nyata” yang fantastis ternyata ilmu yang didapatkan selama 6 atau 7 semester hanya untuk jadi bagian dari panitia lomba.
Sampai disini, lalu amigdala dan PFC siapa lagi yang dapat diharapkan bangsa ini, lah yang hidup didalam laboratorium intelektual saja turut melakukan rangkaian hari kemerdekaan yang sama seakan tak ada pembeda anatara mahasiswa dan yang bukan mahasiswa, miris cerita lucu di tulis oleh para mahsiswa.
Teks ini bukan mengklaim pandangan pikiran yang paling ideal atau yang paling bijak memaknai kemerdekaan, ini hanya sekedar bentuk dari kepedulian dan kecintaan layaknya sebagai warga negara Republik ini.
Melihat cara negara lain yang cukup maju tarulah jepang dan beberapa negara lainnya dalam mengisi rangkaian hari terbentuknya negara mereka bukan dengan rangkaian yang konyol atau miskin makna, mereka tidak begitu menghabiskan anggaran untuk ceremonial atau hal mewah yang justru melibatkan kas negara, namun membimbing satu sama lain untuk mengunjungi situs bersejarah, meseum, dan diskusi publik, ini adalah kegiatan yang lebih mengundang dan membangkitkan kesadaran bukannya terlelap dalam masa bodoh.
Sebenarnya masih banyak yang ingin saya tuliskan namun semoga teks pendek ini dapat dibaca oleh manusia yang masih dapat mengembalikan kondisi serotonoin dan dopaminnya, sebab saya percaya bahwa kondisi kimia otak manusia cukup dipengaruhi oleh stimulus-stimulus sosial yang sering menjadi siklus rangkaian kehidupan, dan saya juga percaya bahwa perubahan sosial itu tidak dibentuk diruang hampa.
Perubahan sosial dibutuhkan keaktifan kimia otak manusia-manusia yang tersadarkan agar dapat menepis diri dari gejala ketidakstabilan neurotransmitter berupa halusinasi, ilusi, bahkan delusi, apakah kita merdeka hanya dalam kemasan bahasa mental intersubjektivitas yang semu. Silahkan ditafsir menggunakan kecanggihan amigdala dan PFC anda sekalian.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami