__temp__ __location__

HARIAN NEGERI, Yogyakarta – Upaya Pemerintah Kota Yogyakarta dalam menurunkan angka stunting terus menunjukkan hasil positif. Berdasarkan data terbaru, prevalensi stunting di Kota Yogyakarta turun menjadi 14,8 persen pada 2024, menurun dua persen dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 16,8 persen.

Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo menegaskan bahwa keberhasilan ini tak lepas dari strategi pencegahan berbasis komunitas dengan menyasar calon pengantin, ibu hamil, ibu bersalin, hingga bayi di bawah dua tahun (baduta). Strategi tersebut dilakukan melalui pendekatan deteksi dini dan pendampingan intensif oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK) di setiap kelurahan.

“Data yang akurat sangat penting, apalagi stunting harus dicegah sedini mungkin. Kami tak hanya fokus pada baduta, tapi mulai dari calon pengantin. Data kesehatan seperti anemia, kekurangan energi kronis (KEK), hingga status gizi calon ibu sangat menentukan,” ujar Hasto saat menyampaikan paparannya di Ruang Bima Balai Kota, sebagaimana dikutip dari laman Pemda Kota Yogyakarta, Jumat (11/7).

Untuk mendukung hal itu, Pemkot Yogyakarta menerapkan program "Satu Kampung Satu Bidan", di mana para bidan secara aktif memantau perkembangan kelompok sasaran berdasarkan data by name by address. Hasto menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, termasuk Dinas Kesehatan, DP3AP2KB, Puskesmas, Kemantren, Kelurahan, hingga perangkat daerah lainnya, agar intervensi bisa dilakukan sebelum anak mengalami stunting.

"Koordinasi harus diperkuat, terutama untuk memastikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) tepat sasaran dan berdampak langsung," tambahnya.

Senada dengan itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, melaporkan bahwa per 7 Juli 2025, terdapat 545 calon pengantin yang berdomisili di Kota Yogyakarta. Dari jumlah tersebut, 518 dinyatakan sehat, sementara 26 lainnya teridentifikasi berisiko, dengan rincian 13 mengalami KEK, 8 anemia, dan 5 mengalami keduanya.

“Catin yang berisiko kami intervensi melalui PMT dan tablet tambah darah selama tiga bulan, dan perkembangannya dimonitor setiap bulan,” jelas Emma.

Sementara itu, Sekretaris DP3AP2KB Kota Yogyakarta, Sarmin, mencatat bahwa hingga Juli 2025 terdapat 9 ibu hamil, 443 baduta, dan 161 keluarga baru yang tergolong Keluarga Berisiko Stunting. Mereka mendapat intervensi gizi melalui berbagai skema pembiayaan, termasuk dana BOK, Dana Keistimewaan (Danais), dan dukungan dari BKKBN.

Gusti Rian Saputra

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie