__temp__ __location__

Oleh : Muhammad Kendy 

Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah dimuka bumi ini. Makna dari kata khalifah adalah pemimpin dari segolongan ummat . Oleh karena itu manusia saling berhubungan satu sama lain, artinya ada hubungan yang saling membutuhkan dalam menjalankan kehidupannya sebagai hamba Allah SWT. 

Sejarah peradaban islam telah mencatat bahwa manusia pertama yang diciptakan didunia ini adalah Nabi Adam as. Nabi Adam as diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin dimuka bumi.

Allah SWT memberitakan kepada para malaikat bahwa Ia akan menciptakan suatu makhluk dari bangsa manusia yang diciptakan dari tanah di bumi. Nantinya manusia itu akan menjadi khalifah di bumi. Kisah ini terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 3 0 :

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".

Nabi adam hidup di surga selama beberapa waktu. Pada suatu ketika adam merasa kesepian dan Allah SWT pun menciptakan Hawa untuk menemani adam. Dari kisah adam dan hawa ini dapat dipahami bahwa manusia saling membutuhkan satu sama lain untuk melengkapi kebutuhan hidupnya. 

Karena itu manusia adalah makhluk sosial yang memiliki kecenderungan untuk berada bersama pada suatu tempat dan waktu yang bersamaan. Hal inilah yang mendorong manusia ingin hidup berkelompok yang disebut ummat (masyarakat).

Kecendrungan ini dilakukan manusia dengan membentuk kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama-sama. Dengan alasan inilah manusia terbentuk menjadi satu tim yang disebut organisasi. 

Dengan adanya kepentingan bersama artinya memiliki tujuan yang sama maka manusia satu sama lain membuat suatu kesepakatan untuk bekerja sama dalam mencapai kepentingan yang sama.

Tafsir Al-Quran adalah kajian mendalam yang bertujuan untuk memahami makna ayat-ayat suci Al-Quran, yang bukan hanya dilihat dari makna literal tetapi juga dari aspek kontekstual, historis, dan linguistik. Pengorganisasian tafsir Al-Quran menjadi penting agar umat Muslim dapat memahami Al-Quran secara sistematis dan komprehensif serta membantu mempermudah proses pembelajaran dan penerapan ajaran dalam kehidupan sehari-hari. 

Opini ini membahas berbagai pendekatan dan pengorganisasian tafsir Al-Quran.

1. Pengertian Tafsir dan Urgensinya

Secara etimologis, tafsir berasal dari kata “fassar” yang berarti menjelaskan atau membuka sesuatu yang tertutup. Tafsir Al-Quran bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang makna ayat-ayat Al-Quran dengan mengacu pada bahasa Arab, konteks sejarah, asbabun nuzul (sebab turunnya ayat), dan pemahaman dari ulama salaf dan khalaf .

Urgensi tafsir muncul karena Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab klasik yang memiliki struktur linguistik dan gaya bahasa yang kaya. Dengan adanya tafsir, pemahaman terhadap kandungan ayat menjadi lebih mudah dan akurat sesuai dengan konteks yang relevan.

2. Pendekatan dalam Pengorganisasian Tafsir Al-Quran

Dalam pengorganisasian tafsir, terdapat beberapa pendekatan yang biasanya digunakan oleh para mufasir (ahli tafsir), di antaranya:

Pendekatan Tematik (Tafsir Maudhui)

Pendekatan tematik adalah metode penafsiran dengan mengelompokkan ayat-ayat Al-Quran sesuai tema atau topik tertentu, seperti tema tauhid, hukum, etika, atau sains. Pendekatan ini membantu umat Islam untuk memahami Al-Quran berdasarkan topik spesifik yang sering muncul dalam kehidupan mereka. Contohnya adalah Tafsir Maudhui, di mana mufasir mengumpulkan ayat-ayat terkait tema tertentu dan menjelaskan maknanya secara komprehensif.

Pendekatan Tahlili (Analitik)

Dalam pendekatan ini, mufasir menafsirkan ayat-ayat Al-Quran secara berurutan, dimulai dari ayat pertama hingga terakhir, dan menjelaskan setiap ayat sesuai urutan dalam mushaf. Tafsir tahlili memungkinkan pembaca untuk memahami Al-Quran secara menyeluruh, termasuk asbabun nuzul, kosakata, dan struktur ayat. Contoh tafsir ini adalah Tafsir al-Tabari dan Tafsir al-Jalalain .

Pendekatan Komparatif (Muqarin)

Dalam pendekatan ini, mufasir membandingkan berbagai pandangan atau interpretasi dari berbagai ulama atau madzhab terhadap satu ayat. Tafsir Muqarin digunakan untuk memahami perbedaan interpretasi dan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas terhadap suatu ayat. Contohnya adalah Tafsir Ibn Kathir yang sering mengutip pandangan berbagai mufasir klasik.

Pendekatan Ilmiah dan Falsafi

Beberapa mufasir menggunakan pendekatan ilmiah dan filosofis untuk menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena alam dan filsafat. Contohnya, Tafsir al-Kabir karya Fakhruddin al-Razi banyak menggunakan pendekatan rasional dalam memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan logika.

3. Kategorisasi Tafsir Berdasarkan Sumber dan Metode

Secara umum, tafsir juga dikategorikan berdasarkan sumber dan metode yang digunakan dalam proses penafsiran, antara lain:

Tafsir Bil Ma’tsur

Tafsir ini didasarkan pada riwayat yang berasal dari Nabi Muhammad SAW, sahabat, dan tabiin. Tafsir bil ma’tsur menggunakan hadis dan riwayat sahih sebagai sumber utama, sehingga lebih otoritatif karena langsung bersumber dari Rasulullah atau para sahabat yang memahami konteks ayat. Contoh dari tafsir bil ma’tsur adalah Tafsir Ibnu Katsir .

Tafsir Bil Ra’yi

Tafsir ini menggunakan metode ijtihad (pemikiran) dan rasio untuk memahami ayat-ayat yang tidak secara eksplisit dijelaskan dalam Al-Quran maupun hadis. Para mufasir menggunakan logika, sastra Arab, dan prinsip-prinsip syariat untuk memberikan interpretasi yang rasional dan kontekstual. Contoh tafsir bil ra’yi adalah Tafsir al-Mishbah oleh M. Quraish Shihab .

Tafsir Sufistik (Tafsir Isyari)

Tafsir sufistik adalah tafsir yang berfokus pada makna batiniah atau spiritual dari ayat-ayat Al-Quran. Para ulama sufi berusaha menemukan nilai-nilai spiritual yang mendalam dalam ayat, untuk mendukung perjalanan menuju Tuhan. Contoh tafsir ini adalah Tafsir al-Qusyairi .

4. Contoh Pengorganisasian dalam Tafsir-Tafsir Terkenal

Tafsir Al-Quran juga banyak yang disusun dalam struktur atau metode tertentu. Berikut adalah beberapa contoh tafsir terkenal dan pola pengorganisasiannya:

Tafsir al-Thabari (Jami' al-Bayan fi Tafsir al-Quran)

Merupakan salah satu tafsir paling awal dan paling otoritatif. Thabari menggunakan metode tahlili dan bil ma'tsur, dengan menggabungkan riwayat dari Nabi dan sahabat.

Tafsir Al-Qurtubi (al-Jami' li Ahkam al-Quran)

Menggunakan metode tahlili dan tematik yang berfokus pada aspek hukum (fiqh) dalam Al-Quran, menjadikan tafsir ini sebagai rujukan bagi hukum-hukum dalam Islam.

Tafsir al-Mishbah (M. Quraish Shihab)

Menggunakan pendekatan tematik, tahlili, dan bil ra’yi, serta menghadirkan penjelasan yang kontekstual sesuai dengan tantangan kontemporer.

5. Pentingnya Pengorganisasian dalam Pengajaran Tafsir Al-Quran

Pengorganisasian tafsir Al-Quran yang baik akan mempermudah umat Islam, terutama pelajar, untuk mempelajari Al-Quran secara sistematis. Melalui pengorganisasian, pesan-pesan dalam Al-Quran menjadi lebih mudah dipahami dan diterapkan, serta membantu menghindari interpretasi yang keliru atau dangkal.

Dengan adanya berbagai pendekatan, kategori, dan pola pengorganisasian, setiap individu atau ulama dapat memilih metode yang sesuai dengan kebutuhan dan konteks pembelajaran mereka. Tafsir bukan hanya membantu memahami teks, tetapi juga membawa kita lebih dekat pada esensi ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Quran.

Yusuf Wicaksono
Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie