__temp__ __location__

Oleh: Syaefunnur Maszah

Tanggal 3 April 1950 merupakan tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Pada hari itu, Mohammad Natsir, Ketua Fraksi Partai Masyumi di Parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS), mengajukan Mosi Integral yang menjadi dasar kembalinya Indonesia ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mosi ini berhasil menyatukan berbagai negara bagian dalam RIS menjadi satu kesatuan, menyelamatkan Indonesia dari potensi perpecahan yang diakibatkan oleh sistem federal yang diterapkan pasca-Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949.

Mosi Integral Natsir bukan sekadar manuver politik, melainkan wujud nyata komitmen tokoh-tokoh Islam terhadap keutuhan NKRI. Natsir, sebagai pemimpin Partai Masyumi, menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam dapat sejalan dengan semangat nasionalisme dan persatuan bangsa. Ia berhasil meyakinkan berbagai pihak, termasuk tokoh-tokoh dari partai non-Islam seperti I.J. Kasimo dari Partai Katolik dan A.M. Tambunan dari Partai Kristen Indonesia, untuk mendukung gagasannya.

Dalam konteks ini, pandangan filosof Yunani Plato relevan, yang menyatakan bahwa "keadilan adalah harmoni dalam masyarakat." Natsir mengedepankan harmoni dengan menyatukan berbagai elemen bangsa demi keadilan dan keutuhan negara. Sementara itu, ulama klasik seperti Al-Ghazali menekankan pentingnya pemerintahan yang adil dan stabil sebagai syarat tercapainya kesejahteraan umat. Mosi Integral mencerminkan upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang stabil dan adil melalui persatuan nasional.

Secara konstitusional, Mosi Integral menunjukkan bahwa perubahan besar dalam struktur negara dapat dicapai melalui mekanisme parlementer yang sah dan damai. Hal ini sejalan dengan teori tata negara yang menekankan pentingnya legitimasi dan konsensus dalam pembentukan struktur pemerintahan. Kembalinya Indonesia ke bentuk NKRI melalui Mosi Integral menjadi contoh bagaimana proses demokratis dapat digunakan untuk mencapai tujuan nasional.

Pemerintah Indonesia telah mengakui jasa besar Mohammad Natsir dengan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2008. Pengakuan ini menegaskan peran penting Natsir dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan Indonesia. Namun, hingga kini, tanggal 3 April belum ditetapkan sebagai hari nasional untuk memperingati peristiwa penting ini.

Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, telah beberapa kali mengusulkan agar 3 April ditetapkan sebagai Hari NKRI. Ia menekankan bahwa peringatan ini penting untuk mengingatkan generasi muda akan sejarah perjuangan bangsa dan memperkuat semangat persatuan nasional.

Penetapan 3 April sebagai Hari NKRI juga akan menjadi pengingat bahwa persatuan dan kesatuan bangsa tidak datang begitu saja, melainkan hasil dari perjuangan dan komitmen tokoh-tokoh bangsa seperti Mohammad Natsir. Ini akan menjadi momen refleksi nasional untuk terus menjaga dan memperkuat NKRI di tengah tantangan zaman.

Sebagai bangsa yang besar, Indonesia perlu menghargai dan memperingati momen-momen penting dalam sejarahnya. Penetapan 3 April sebagai Hari NKRI akan menjadi langkah konkret dalam menghormati perjuangan para pendiri bangsa dan memperkuat identitas nasional.

Oleh karena itu, sudah saatnya publik mengusulkan agar tanggal 3 April ditetapkan oleh negara sebagai Hari NKRI, sebagai bentuk penghargaan atas perjuangan Mohammad Natsir dan sebagai pengingat akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Yusuf Wicaksono

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie