__temp__ __location__

HARIAN NEGERI - Ternate, Bangunan megah Plaza Gamalama yang menelan anggaran lebih dari Rp110 miliar masih berdiri tanpa fungsi di jantung Kota Ternate. Rampung sejak 2022, gedung ini belum menyumbang satu rupiah pun ke kas daerah. Belum disewakan, belum difungsikan, bahkan tidak tercatat sebagai properti investasi dalam laporan keuangan Pemerintah Kota (Pemkot) Ternate, pada Jumat (08/08/2025).

IMG-20250809-WA0032
 

Kondisi ini memicu kritik tajam dari berbagai kalangan, salah satunya dari BEM UNKHAIR Ternate. Melalui Ketua Bidang Aksi dan Propaganda, Risko Hardi, BEM UNKHAIR menyebut kasus Plaza Gamalama bukan sekadar soal kelalaian administratif, tetapi cerminan gagalnya visi ekonomi daerah.

“Ini bukan sekadar gagal administrasi. Ini menunjukkan gagalnya arah kebijakan Wali Kota dalam mengelola aset publik,” ujar Risko, Kamis (7/8/2025).

Menurut Risko, di tengah tekanan fiskal yang makin berat, aset seperti Plaza Gamalama seharusnya bisa menjadi sumber pendapatan alternatif yang dikelola secara transparan, akuntabel, dan sesuai standar akuntansi.

“Apa gunanya bangun gedung mewah kalau hanya jadi simbol pemborosan? Ini uang rakyat. Aset sebesar itu semestinya memberi manfaat ekonomi, bukan dibiarkan terbengkalai,” tegasnya.

Soroti Akuntabilitas Keuangan: Pemkot Belum Terapkan PSAP 17

Data yang dihimpun menunjukkan, Pemerintah Kota Ternate belum menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 17, yang mewajibkan pengakuan dan pelaporan aset properti investasi. Padahal ketentuan tersebut sudah efektif berlaku sejak tahun 2022.

BEM UNKHAIR  menilai lambannya pembaruan kebijakan akuntansi daerah sebagai bentuk ketidaksiapan birokrasi sekaligus kelalaian kepemimpinan kepala daerah.

“Ada kelalaian sistemik, tapi juga pembiaran dari pucuk pimpinan. Ini tanggung jawab langsung Wali Kota, bukan hanya bawahan,” kata Risko.

Desak Secepatnya Audit Investigatif : Plaza Gamalama Jadi Simbol Kegagalan?

Lebih lanjut, BEM UNKHAIR menyatakan akan mendorong audit investigatif atas proyek-proyek strategis yang mangkrak atau tidak memberikan dampak ekonomi, termasuk Plaza Gamalama.

“Kami tidak akan tinggal diam. Ini soal transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan terhadap kepentingan publik. Ada potensi pemborosan yang harus diusut,” ungkap Risko.

BEM UNKHAIR  juga menyerukan agar masyarakat lebih aktif mengawasi penggunaan anggaran daerah, terutama yang bersumber dari APBD.

“Kota ini tidak butuh simbol-simbol kosong. Kami butuh pembangunan yang menyentuh kehidupan warga,” tutupnya.

Hingga berita ini dipublikasikan, belum ada pernyataan yang diterima redaksi. Komitmen kami adalah menjaga keberimbangan pemberitaan serta membuka ruang klarifikasi bagi pihak-pihak yang diberitakan.

Agung Gumelar

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie