Klaten, kabupaten yang kaya akan potensi dan keindahan, masih menyisakan ironi dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Di tengah pesatnya pembangunan, aksesibilitas transportasi bagi mereka masih menjadi persoalan yang belum teratasi. Keterbatasan transportasi umum yang inklusif di Klaten menjadi cermin nyata dari ketidakadilan yang terjadi.
KRL dan bus Jogja-Solo, yang seharusnya menjadi urat nadi mobilitas masyarakat, justru menjadi tembok penghalang bagi penyandang disabilitas. Mereka kesulitan mengakses fasilitas dan layanan publik, bahkan sekadar mencari hiburan di tempat wisata.
Hak yang Terabaikan, Kewajiban yang Dilupakan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas mengamanatkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin aksesibilitas, termasuk di bidang transportasi. Namun, di Klaten, amanat ini masih jauh dari kenyataan.
Penyandang tunanetra terpaksa mengeluarkan biaya lebih untuk menggunakan ojek daring. Penyandang disabilitas fisik harus berjuang menghadapi transportasi umum yang tidak ramah. Penyandang tunarungu kesulitan mendapatkan informasi saat menggunakan KRL. Sementara itu, pengguna kursi roda dan tunanetra terhambat oleh bus yang tidak dilengkapi fasilitas aksesibilitas.
"Teman Bus": Secercah Harapan
Di tengah keterbatasan ini, hadir secercah harapan: "Teman Bus". Program Bus Rapid Transit (BRT) yang digagas Kementerian Perhubungan ini menawarkan solusi konkret untuk meningkatkan aksesibilitas transportasi di Klaten.
"Teman Bus" bukan sekadar armada bus biasa. Ia dirancang sebagai transportasi inklusif yang ramah bagi penyandang disabilitas, dengan fasilitas yang memadai dan sistem layanan yang lebih terintegrasi. Kehadirannya diharapkan dapat mengatasi kesenjangan mobilitas yang selama ini dialami oleh penyandang disabilitas di Klaten.
"Teman Bus" bukan hanya tentang memindahkan orang dari satu tempat ke tempat lain. Lebih dari itu, program ini adalah wujud nyata dalam memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh warga negara untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan sosial dan ekonomi.
Dengan aksesibilitas transportasi yang memadai, penyandang disabilitas dapat hidup lebih mandiri, memperoleh pendidikan, mengakses pekerjaan, mendapatkan layanan kesehatan, serta menikmati tempat rekreasi tanpa hambatan.
Pengadaan "Teman Bus" di Klaten bukan sekadar solusi transportasi, melainkan investasi jangka panjang untuk membangun masyarakat yang inklusif dan berkeadilan. Ini adalah langkah nyata dalam mengubah paradigma bahwa aksesibilitas bukanlah fasilitas tambahan, melainkan hak dasar setiap warga negara.
Lebih dari itu, "Teman Bus" dapat menjadi katalisator bagi perubahan sosial yang lebih luas. Ketika penyandang disabilitas memiliki akses yang setara dalam mobilitas, mereka dapat lebih aktif dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial. Dampak positifnya akan memperkuat komunitas, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta menciptakan Klaten yang lebih dinamis dan berdaya saing.
Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Klaten, Dinas Perhubungan, serta seluruh elemen masyarakat harus berkolaborasi dalam mewujudkan Klaten yang inklusif. Jangan biarkan penyandang disabilitas terus terpinggirkan.
"Teman Bus" adalah langkah awal yang tepat. Namun, lebih dari itu, kita harus membangun kesadaran, mengubah paradigma, dan menciptakan lingkungan yang ramah bagi penyandang disabilitas di setiap aspek kehidupan.
Klaten yang indah akan menjadi lebih indah jika semua warganya, tanpa kecuali, dapat menikmati dan berkontribusi di dalamnya. Saatnya bertindak. Saatnya mewujudkan Klaten yang benar-benar inklusif!
Penulis: Shofiyyah Salma
Editor: Gusti Rian Saputra
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami