__temp__ __location__

Menonton konten pornografi bukan sekadar kebiasaan, tetapi ada banyak faktor yang melatarbelakanginya. Terutama di kalangan remaja, dorongan untuk mengakses konten semacam ini sering kali dipengaruhi oleh berbagai aspek, baik dari sisi individu maupun sistem sosial. Dalam kajian sosiologi, terdapat dua pendekatan utama untuk memahami fenomena ini: person blame approach, yang berfokus pada individu sebagai penyebab masalah, dan system blame approach, yang menyoroti peran sistem sosial sebagai faktor utama.

Dari kedua pendekatan ini, beberapa faktor dominan ditemukan sebagai penyebab utama seseorang menonton konten pornografi, yaitu kurangnya perhatian dan pendidikan agama dalam keluarga, pengaruh lingkungan, peran media massa, serta perkembangan teknologi modern (Haidar & Apsari, 2020: 139-140).

1. Kurangnya Pendidikan Agama dan Perhatian Keluarga
Faktor pertama dan paling krusial adalah kurangnya pendidikan agama serta perhatian dari keluarga. Orang tua memiliki peran sentral sebagai pendidik pertama bagi anak-anaknya. Tidak hanya dalam aspek sosial dan kehidupan sehari-hari, tetapi juga dalam pembentukan nilai-nilai keagamaan. Sayangnya, banyak orang tua yang kurang memberikan perhatian khusus pada aspek ini, sehingga anak-anak lebih rentan terpapar hal-hal negatif, termasuk konten pornografi.

Ki Hajar Dewantara pernah menegaskan bahwa pendidikan adalah tanggung jawab utama keluarga, sedangkan sekolah hanya berperan sebagai pendukung. Anak-anak yang kurang mendapatkan pendidikan agama dan moral dari rumah lebih mudah terbawa arus pergaulan negatif. Oleh karena itu, peran orang tua dalam membimbing anak-anak mereka sangatlah penting (Nafil, 2012: 108).

2. Pengaruh Lingkungan
Selain keluarga, lingkungan juga memiliki dampak besar terhadap perilaku seseorang. Anak-anak dan remaja cenderung beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Jika mereka tumbuh di lingkungan yang permisif terhadap konten negatif, maka kemungkinan mereka untuk mengakses pornografi menjadi lebih tinggi.

Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia PBNU, Nagawi Al-Zastrow, menyatakan bahwa lingkungan terdiri dari individu dan sistem yang saling berinteraksi, menciptakan pola hubungan yang berpengaruh terhadap perkembangan seseorang. Faktor seperti demografi, agama, budaya, adat istiadat, serta kebiasaan masyarakat juga turut membentuk karakter anak (Zahroh & Na’imah, 2020: 4).

3. Peran Media Massa
Media massa memiliki peran yang tidak bisa diabaikan dalam membentuk pola pikir masyarakat, terutama generasi muda. Sebagai agen perubahan sosial, media massa berperan besar dalam memberikan informasi dan hiburan. Namun, di sisi lain, media juga bisa menjadi pintu masuk bagi konten-konten negatif, termasuk pornografi.

Kemudahan akses terhadap berbagai jenis media, mulai dari televisi, internet, hingga media sosial, membuat remaja lebih mudah terpapar konten-konten yang tidak sesuai dengan norma. Bahkan, data dari Sekretaris Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Sadjan M.Si, menunjukkan bahwa dalam kurun waktu Agustus 2018 hingga April 2019, sistem pemantauan konten negatif (AIS) menemukan hampir 900 ribu konten pornografi yang beredar di dunia maya. Dari 264 juta penduduk Indonesia, sekitar 171 juta orang merupakan pengguna internet, yang berarti risiko terpapar konten negatif semakin besar.

Kesimpulan
Fenomena menonton konten pornografi bukan hanya persoalan individu, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor keluarga, lingkungan, dan media. Oleh karena itu, peran orang tua dalam memberikan pendidikan yang kuat, menciptakan lingkungan yang kondusif, serta pengawasan terhadap penggunaan media digital menjadi langkah utama untuk mencegah dampak negatif dari pornografi.

Penulis: Naufal
Editor: Gusti Rian Saputra

Gusti Rian Saputra

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie