HARIAN NEGERI, Jakarta — Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) melakukan kunjungan resmi ke Komisi VIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan pada Senin (17/11/2025). Kunjungan ini dipimpin langsung oleh Ketua Umum PB PII, Abdul Kohar Ruslan.
Dalam kesempatan tersebut, PB PII menegaskan kembali peran historisnya sebagai organisasi pelajar Islam tertua di Indonesia yang berdiri sejak 4 Mei 1947.
Dengan tujuan luhur “terciptanya kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan syariat Islam bagi segenap bangsa Indonesia dan umat manusia,” PII terus berkomitmen membentuk karakter pelajar Muslim yang berakhlak, berpengetahuan, dan berdaya saing.
Saat ini, PII hadir secara struktural di 28 provinsi dan menjadi pemangku kepentingan strategis di tingkat nasional maupun akar rumput. Gerak organisasi PII berpijak pada Catur Bakti PII, yang meliputi:
PII sebagai tempat berlatih bagi para pelajar.
PII sebagai wahana penghantar sukses studi.
PII sebagai wadah pembentukan kepribadian muslim.
PII sebagai alat perjuangan.
Dalam pertemuan tersebut, Abdul Kohar Ruslan menyatakan bahwa PB PII dalam menjalankan amanah sekaligus tanggung jawab organisasi bersedia dalam hubungan kerjasama.
“PB PII siap bersinergi dengan mitra komisi 8 untuk mensukseskan program pemerintah hari ini,” kata Ketua Kohar.
Turut hadir dalam pertemuan ini anggota Komisi VIII Fraksi PDI Perjuangan DPR RI: Selly Andriany Gantina, Ina Ammania, Matindas Janusanti Rumambi, Ansari dan Wibowo Prasetyo.
Dalam dialog, Komisi VIII menyoroti masih banyaknya kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, termasuk lembaga pendidikan keagamaan. Meski Kementerian Agama telah menerbitkan PMA No. 73 Tahun 2022, implementasinya dinilai belum optimal.
Komisi VIII mencontohkan sejumlah laporan kasus yang tidak ditindaklanjuti oleh pihak kampus meskipun unit layanan dan dewan etik telah melakukan pemeriksaan. Karena itu, Komisi VIII menegaskan perlunya penguatan sistem pelaporan, keberpihakan terhadap korban, serta pendekatan sebaya bagi pelajar yang menjadi korban.
Komisi VIII juga menyampaikan bahwa Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) saat ini tidak memiliki alokasi anggaran program yang memadai. Akibatnya, banyak program hanya dapat berjalan melalui kolaborasi dengan kementerian dan lembaga lain seperti Kemenaker, Kemensos, Kemenristekdikti, hingga BUMN.
Di sisi lain, PB PII dinilai memiliki potensi besar sebagai mitra strategis dalam program perlindungan dan pemberdayaan pelajar di seluruh Indonesia.
Isu moderasi beragama juga menjadi perhatian dalam pertemuan ini. Komisi VIII menekankan pentingnya penguatan spiritual dan karakter pelajar untuk menghadapi tantangan global dan krisis identitas.
Kementerian Agama disebut telah memberikan ruang lebih besar bagi organisasi keagamaan untuk berkolaborasi dalam program moderasi beragama dan pendidikan karakter.
Dalam kesempatan ini, Komisi VIII menanggapi usulan PB PII terkait penguatan ekosistem kewirausahaan bagi pelajar. Lembaga seperti BPKH dinilai dapat menjadi mitra karena memiliki program pemberdayaan ekonomi melalui nilai manfaat yang bisa disinergikan untuk pelajar.
Komisi VIII mendorong PB PII agar menanamkan semangat kewirausahaan sehingga pelajar tidak hanya terpaku pada pilihan karier birokrasi atau BUMN.
Menjelang Muktamar PB PII, Komisi VIII menyampaikan harapan agar organisasi ini dapat melahirkan kepengurusan yang kuat, program yang relevan, serta mampu menjawab tantangan zaman.
Pertemuan ini disepakati sebagai langkah awal menuju kerja sama yang lebih konkret dan berkelanjutan dalam upaya penguatan pelajar Indonesia.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami