HARIAN NEGERI, Jakarta - Keputusan bisnis yang ideal harus mengutamakan kepentingan perusahaan, bukan kepentingan individu atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk PT Pertamina EP Cepu, didorong untuk menerapkan prinsip business judgement rule (BJR) dalam setiap pengambilan keputusan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fitroh Rohcahyanto, menekankan pentingnya penerapan BJR guna memastikan keputusan bisnis dibuat secara transparan dan bebas dari konflik kepentingan.
“Pengambilan keputusan oleh direksi harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian agar tidak mengandung unsur mens rea (niat jahat) yang berkaitan dengan konflik kepentingan. Dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa korupsi terjadi ketika ada unsur kerugian negara, yang berawal dari niat, kesengajaan, serta maksud tertentu,” ujar Fitroh dalam workshop bertajuk Penguatan Good Corporate Governance melalui Penerapan Business Judgement Rule di Jakarta, Selasa (11/3).
Tantangan Korupsi di Sektor BUMN
Korupsi di sektor bisnis, khususnya BUMN, masih menjadi tantangan serius. Data KPK menunjukkan bahwa sepanjang 2004-2024 terdapat 181 kasus korupsi yang melibatkan BUMN/BUMD. Bahkan, sepanjang 2024 saja, sudah ada 38 perkara korupsi yang berkaitan dengan lingkungan BUMN/BUMD.
Situasi ini menegaskan bahwa pengambilan keputusan bisnis harus mengacu pada prinsip objektivitas serta penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance atau GCG).
Di Indonesia, prinsip business judgement rule telah diatur dalam Pasal 97 ayat 5 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT), yang menyatakan bahwa keputusan direksi harus bebas dari konflik kepentingan. Fitroh mencontohkan bagaimana konflik kepentingan dapat muncul dalam pengambilan keputusan bisnis yang tidak sesuai dengan prinsip tersebut.
“Misalnya, seorang direktur hendak membeli suatu barang, tetapi barang tersebut berasal dari perusahaan milik anaknya, saudaranya, atau koleganya. Keputusan semacam ini mencerminkan konflik kepentingan dan dapat mengganggu objektivitas kebijakan yang diambil,” tambahnya.
Komitmen PT Pertamina EP Cepu terhadap Tata Kelola yang Baik
Dalam kesempatan yang sama, PT Pertamina EP Cepu menegaskan komitmennya dalam menerapkan sistem manajemen anti-penyuapan serta menanamkan budaya integritas di lingkungan kerja. Beberapa langkah yang telah diterapkan antara lain pencegahan benturan kepentingan, pelaporan gratifikasi, uji pemahaman GCG, serta kewajiban melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bagi pejabat tertentu.
Direktur Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) KPK, Aminudin, mengapresiasi upaya PT Pertamina EP Cepu dalam mengimplementasikan prinsip GCG. Menurutnya, dunia usaha yang sehat hanya bisa terwujud jika nilai-nilai integritas, akuntabilitas, dan transparansi benar-benar diterapkan.
“Segala tindakan bermula dari niat. Jika sejak awal niatnya sudah untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, meskipun dikemas dengan rapi, cepat atau lambat niat buruk itu akan terungkap,” tegas Aminudin.
Sejalan dengan hal itu, Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu, Muhamad Arifin, juga menegaskan komitmen perusahaannya dalam menjalankan prinsip tata kelola yang baik.
“Kami memiliki komitmen tinggi terhadap GCG. Bersama dewan komisaris, kami secara rutin mengadakan pertemuan serta melakukan assessment dalam setiap pengambilan keputusan,” jelas Arifin.
Komisaris Utama PT Pertamina EP Cepu, Taufan Hunneman, turut menambahkan bahwa pihaknya terus berupaya menutup celah bagi praktik korupsi di lingkungan perusahaan.
“Kami telah menginternalisasi prinsip pencegahan dan pendidikan antikorupsi yang diberikan oleh KPK dalam sistem kerja perusahaan. Para pimpinan perusahaan harus menjadi teladan dengan melaporkan LHKPN secara transparan serta berpartisipasi dalam pembekalan antikorupsi dari KPK,” pungkasnya.
Leave a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Top Story
Ikuti kami