__temp__ __location__

HARIAN NEGERI,Sorong - Kejaksaan Tinggi Papua Barat telah melakukan proses penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap II) Perkara Tindak Pidana Korupsi Penyaluran Dana Fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Sejahtera Tapak Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada PT. Bank Pembangunan Daerah Kantor Cabang Pembantu Kumurkek Tahun 2016-2017.

Proses tahap II itu dilakukan di Kejaksaan Negeri Sorong, dimana Penyidik Kejaksaan Tinggi Papua Barat menyerahkan 2 tersangka yakni Harynto Pamiludy Laksana (HPL) dan Stefina Disma Arlinda (SDA) berikut Barang Bukti kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Sorong, Kamis (20/3/2025). 

IMG-20250320-WA0018
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Abun Hasbulloh Syambas, S.H.,M.H mengatakan tindakan kedua tersangka yaitu HPL yang merupakan eks Kepala Bank Papua KCP Kumurkek (Maybrat) dan SDA sebagai Direktur PT. Jaya Molek Perkasa (Developer), menyebabkan sebagian besar status kredit para debitur dalam kondisi macet (kolektibilitas 5) sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 54.496.520.851,- (lima puluh empat miliar empat ratus sembilan puluh enam juta lima ratus dua puluh ribu delapan ratus lima puluh satu rupiah).

"Pelaksanaa tahap II ini adalah merupakan tahapan setelah dilakukannya proses penyidikan dan berkas dinyatakan lengkap (P-21) oleh Jaksa Penuntut Umum untuk selanjutnya akan dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Manokwari dalam rangka proses penuntutan," ucap Abun di Ruang Media Kejari Sorong. 

IMG-20250320-WA0017
Adapun kasus posisi singkat dari perkara dimaksud adalah sebagai berikut :

Bahwa PT. BPD Papua adalah merupakan Bank Pelaksana KPR Bersubsidi pada tahun 2016 - 2017 telah menyalurkan KPR Sejahtera dengan dukungan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPRS FLPP) kepada para debitur salah satunya terhadap para debitur yang membeli rumah dari developer PT. Jaya Molek Perkasa. 

Adapun kelompok sasaran debitur KPRS FLPP adalah Masyarakat Berpenghasilan Rendah (masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah). 

Bahwa dalam pelaksanaannya para pejabat kredit atas perintah dan tekanan dari Harynto Pamiludy Laksana, kala itu sebagai Kepala PT. BPD Papua KCP Kumurkek dengan secara sadar dan sengaja tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam proses pemberian kredit dengan tidak melakukan supervisi, memalsukan hasil supervisi, tidak melakukan verifikasi sasaran KPR, memalsukan analisa nilai wajar agunan, mengesampingkan tahapan pemberian kredit dan telah menyetujui permohonan KPRS FLPP yang diajukan oleh para debitur yang hendak membeli rumah di perumahan yang developernya PT. Jaya Molek Perkasa walaupun bangunannya belum ada/belum siap huni.

"Padahal dalam Peraturan Menteri PUPR dan SK Direksi Bank Papua jelas disebutkan bank wajib melakukan verifikasi atas permohonan KPRS serta melakukan pengecekan fisik bangunan rumah serta prasarana dan sarana lingkungan serta utilitas umum (PSU) yang telah siap dihuni," terang Abun. 

Akibat tindakan tersebut, saat ini sebagian besar status kredit para debitur dalam kondisi macet (kolektibilitas 5) sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp. 54.496.520.851,- (lima puluh empat miliar empat ratus sembilan puluh enam juta lima ratus dua puluh ribu delapan ratus lima puluh satu rupiah) atau setidak-tidaknya dalam jumlah tersebut.

Mohammat Ali Rappe

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie