HARIAN NEGERI - Jakarta, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah kehilangan legitimasi politik di mata masyarakat. Lembaga yang seharusnya menjadi representasi rakyat justru terjebak dalam kepentingan sempit partai dan oligarki politik. DPR tidak lagi membicarakan penderitaan rakyat, melainkan lebih sibuk mengatur privilese diri.
Sementara itu, pendidikan yang semestinya menjadi prioritas pembangunan bangsa, kini kehilangan orientasi dasarnya. Alih-alih mencetak manusia yang berdaya, sistem pendidikan Indonesia diarahkan menjadi mesin produksi tenaga kerja murah bagi pasar. Padahal, human development adalah kunci agar bangsa ini mampu keluar dari lingkaran krisis multidimensi.
Dalam kondisi ini, rakyat semakin ditindas oleh kenaikan harga kebutuhan pokok, lapangan kerja yang kian sempit, serta produk legislasi yang mengancam ruang demokrasi. Lebih ironis lagi, DPR justru melanggengkan kemewahan melalui tunjangan hingga Rp50 juta per bulan hanya untuk rumah dinas, sebuah penghinaan bagi rakyat yang masih berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dari hasil konsolidasi, kami menyepakati enam tuntutan rakyat yang harus segera dijalankan:
- Wujudkan Pendidikan Gratis hingga Perguruan Tinggi, Pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Namun, faktanya biaya pendidikan semakin mahal, menjadikan akses pendidikan tinggi sebagai kemewahan, bukan kebutuhan. Pendidikan gratis hingga perguruan tinggi adalah syarat mutlak untuk membangun sumber daya manusia yang unggul, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan memastikan demokrasi berjalan dengan rakyat yang kritis dan berpengetahuan.
- Turunkan Harga Kebutuhan Pokok, Harga bahan makanan pokok yang terus melambung telah mencekik rakyat kecil. Pemerintah dan DPR gagal mengendalikan inflasi dan gagal memberikan perlindungan bagi petani serta konsumen. Menurunkan harga kebutuhan pokok berarti menjamin keadilan ekonomi, akses pangan, dan keberlangsungan hidup rakyat miskin. Negara harus hadir mengatur distribusi, membatasi kartel, dan mengutamakan kedaulatan pangan.
- Wujudkan Lapangan Pekerjaan yang Layak, Angka pengangguran masih tinggi, sementara pekerjaan yang tersedia sebagian besar bersifat kontrak dengan upah murah. Kondisi ini semakin diperparah oleh kebijakan pro-investor yang tidak berpihak pada buruh. Negara harus memastikan ketersediaan pekerjaan yang layak dengan upah adil, perlindungan tenaga kerja, dan kebijakan industri yang berbasis kedaulatan nasional, bukan sekadar kepentingan modal asing.
- Segera Sahkan RUU Perampasan Aset, Korupsi, pencucian uang, dan perampokan kekayaan negara berlangsung masif tanpa adanya instrumen hukum yang kuat untuk merampas aset hasil kejahatan. DPR harus segera mengesahkan RUU Perampasan Aset agar harta haram hasil korupsi dapat dikembalikan kepada rakyat. Penundaan pengesahan RUU ini hanya menunjukkan keberpihakan DPR pada koruptor, bukan pada rakyat.
- Segera Revisi RKUHP, RUU POLRI, dan Undang-undang Bermasalah Lainnya, Produk hukum yang dilahirkan DPR justru banyak mengandung pasal-pasal bermasalah yang mengancam demokrasi, kebebasan sipil, dan hak asasi manusia. RKUHP berisi pasal karet yang dapat membungkam kritik, sementara RUU Polri berpotensi melanggengkan aparat represif. Revisi total adalah keharusan untuk memastikan hukum berpihak pada rakyat, bukan menjadi alat represi.
- Tolak Tunjangan Rumah DPR Rp50 Juta per Bulan dan Efisiensi Seluruh Tunjangan DPR, Di tengah krisis ekonomi rakyat, DPR justru menambah tunjangan rumah hingga Rp50 juta per bulan. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap rasa keadilan publik. Kami menolak segala bentuk pemborosan anggaran negara untuk fasilitas mewah DPR. Seluruh tunjangan harus dievaluasi dan dipangkas, agar anggaran negara dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat.
Selain itu, Achmad Subchan Maulal Mawaly, Forum Aliansi Mahasiswa UNUSIA, mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan kepolisian dan juga mengecam keras tindakan tersebut, yang dimana telah memakan korban Driver Ojol dalam aksi tersebut.
“Kami dari forum aliansi mahasiswa unusia, dengan ini mengecam keras segala bentuk tindakan brutalitas yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Yang menyebabkan 1 orang Ojol meninggal dunia. Selain itu kami juga bersolidaritas kepada 400 tahanan yang di tangkap pada aksi 25 agustus 2025,” tegas Achmad Subchan, Kamis (28/8/2025).
“Dan juga 500+ yang di tangkap pada aksi 28 agustus 2025. Maka dari itu, kami mengutuk keras dan menuntut untuk akhirnya pihak kepolisian bisa dibekukan dengan segera. Karena tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya” tambahnya.
Fakhrizal Saddan M., juga, mengatakan dengan tegas, bahwa Forum Aliansi Mahasiswa Unusia, memberikan tuntutan dengan tegas sebagai berikut:
- Kepolisian Republik Indonesia harus bertanggung jawab penuh atas gugurnya Affan Kurniawan. Bukan hanya pelaku di lapangan, tetapi juga setiap mata rantai komando yang memberi perintah wajib diusut secara transparan dan diadili tanpa pandang bulu.
- Praktik brutalitas aparat terhadap rakyat harus segera dihentikan. Kekerasan hanya melahirkan luka baru dan tidak pernah menyelesaikan persoalan yang bersumber dari ketidakadilan sosial. Negara dituntut untuk menghentikan tindakan represif jika masih mengaku menjunjung demokrasi dan keadilan.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami