HARIAN NEGERI, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 Mei 2025 merilis data terbaru terkait kondisi ekonomi nasional pada triwulan I-2025. Di tengah tekanan ketidakpastian global, perekonomian Indonesia tetap tumbuh sebesar 4,87 persen (year-on-year), ditopang oleh sektor pertanian, industri makanan dan minuman, serta transportasi.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa momentum Ramadan dan Idulfitri turut memberi dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. "Pertumbuhan ini juga ditunjang oleh sektor pertanian yang tumbuh dua digit serta ekspor barang dan jasa yang menguat 6,78 persen," ungkapnya dalam konferensi pers di Jakarta.
Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah dibandingkan capaian 5,11 persen pada periode yang sama tahun lalu, kinerja ekonomi nasional masih relatif tangguh dibandingkan sejumlah negara mitra dagang. Korea Selatan tercatat mengalami kontraksi 0,1 persen, sementara Jepang, Amerika Serikat, dan Singapura masing-masing tumbuh di bawah 4 persen.
Dari sisi pengeluaran, BPS mencatat kontraksi konsumsi pemerintah sebesar 1,38 persen akibat normalisasi belanja pasca-Pemilu. Sementara itu, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tumbuh 2,12 persen, mencerminkan kehati-hatian investor di tengah kondisi global yang tidak pasti.
Secara sektoral, pertanian mencatat pertumbuhan tertinggi dalam beberapa tahun terakhir sebesar 10,52 persen, didorong lonjakan produksi padi dan jagung serta peningkatan konsumsi pangan saat Ramadan. Sektor industri pengolahan tetap menjadi kontributor utama PDB dengan pertumbuhan 4,55 persen, sementara sektor informasi dan komunikasi tumbuh 7,72 persen seiring meningkatnya digitalisasi ekonomi.
Dari sisi spasial, Sulawesi mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 6,40 persen, disusul Pulau Jawa 4,99 persen. Maluku dan Papua tumbuh lebih lambat, namun masih positif di angka 1,69 persen.
BPS juga mencatat penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menjadi 4,76 persen pada Februari 2025, turun tipis dari 4,82 persen setahun sebelumnya. Meski begitu, jumlah penganggur secara absolut meningkat menjadi 7,28 juta orang, atau naik sekitar 80 ribu orang dibanding tahun lalu. Hal ini disebabkan bertambahnya angkatan kerja yang tidak diimbangi peningkatan lapangan kerja formal.
Proporsi pekerja informal naik menjadi 59,40 persen dari sebelumnya 59,17 persen. BPS juga mencatat peningkatan jumlah penduduk bekerja dalam sektor Perdagangan (0,98 juta orang), Pertanian (0,89 juta orang), dan Industri Pengolahan (0,72 juta orang).
Menurut standar ILO yang diadopsi Indonesia, penduduk bekerja dibagi dalam tiga kategori: pekerja penuh waktu (66,19 persen), paruh waktu (25,81 persen), dan setengah pengangguran (8,00 persen).
Selain ekonomi dan ketenagakerjaan, BPS turut merilis Indeks Ketimpangan Gender (IKG) nasional tahun 2024 sebesar 0,421, menurun 5,82 persen dari 0,447 pada tahun sebelumnya. Penurunan ini mencerminkan membaiknya kesetaraan gender, terutama dalam dimensi kesehatan reproduksi, pemberdayaan, dan partisipasi tenaga kerja.
Beberapa indikator penunjang menunjukkan kemajuan, seperti menurunnya angka kelahiran di luar fasilitas kesehatan serta meningkatnya partisipasi angkatan kerja perempuan. Namun, Amalia mengingatkan, ketimpangan antarwilayah masih lebar. “IKG di 22 provinsi masih berada di atas angka nasional, terutama di wilayah Maluku, Papua, Kalimantan, dan sebagian Sulawesi,” ujarnya.
Leave a comment
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Top Story
Ikuti kami