Oleh Yusril J. Todoku (Demisioner ketua umum HMI Komisariat Eksakta Ummu Cabang Ternate)
Konflik internal yang berkepanjangan di tubuh HMI Cabang Ternate telah menimbulkan dampak serius terhadap keberlangsungan organisasi. Ketidakpastian arah perjuangan dan terhentinya aktivitas pengkaderan menjadi konsekuensi nyata dari perselisihan yang tak kunjung diselesaikan.
Situasi ini tidak hanya melemahkan kinerja cabang, tetapi juga berimbas pada stagnasi di seluruh komisariat se-Cabang Ternate, yang kini kehilangan energi dan fokus untuk menjalankan fungsi kaderisasi.
Dalam konteks ini, Badan Koordinasi (BADKO) HMI Maluku Utara seharusnya tidak bersikap pasif. Sebagai struktur yang memiliki mandat konstitusional untuk membina dan mengawal cabang, BADKO Malut memikul tanggung jawab moral dan organisatoris untuk menjadi mediator serta antitesis dari konflik yang terjadi.
Namun, hingga saat ini, sikap BADKO Malut cenderung abai, tanpa respons signifikan terhadap eskalasi konflik di Cabang Ternate. Pertanyaan pun muncul: mengapa BADKO Malut tidak mengambil peran aktif sebagaimana diamanatkan konstitusi organisasi?
BADKO Malut seharusnya menjaga keseimbangan aktivitas cabang, memastikan roda organisasi tetap berputar meskipun terjadi dinamika internal. Mengabaikan konflik internal ibarat membiarkan “virus” berkembang di dalam tubuh organisasi—yang pada akhirnya melemahkan seluruh sistem.
Pemusatan perhatian hanya pada isu-isu eksternal tanpa mengurus masalah internal justru menunjukkan kelemahan manajerial dan kurangnya keberpihakan pada stabilitas organisasi.
Kebingungan di tingkat komisariat terhadap keberadaan BADKO Malut merupakan sinyal hilangnya kepercayaan struktural. Mandat konstitusional bukan hanya mengatur koordinasi kegiatan antar-cabang, tetapi juga menuntut penyelesaian krisis internal yang mengancam keberlangsungan kaderisasi.
Lemahnya intervensi BADKO Malut, khususnya di bawah kepemimpinan Akbar Lakoda sebagai Ketua Umum, mencerminkan rendahnya ketegasan dalam menegakkan fungsi pembinaan dan penyelesaian konflik.
Dengan demikian, BADKO Malut perlu segera mengubah pendekatan kepemimpinannya—dari sikap reaktif menjadi proaktif—serta memastikan setiap dinamika internal cabang ditangani secara cepat, tegas, dan sesuai mekanisme organisasi. Kegagalan untuk melakukan hal ini bukan hanya pelanggaran terhadap amanat konstitusi, tetapi juga pengkhianatan terhadap cita-cita perjuangan HMI itu sendiri.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami