__temp__ __location__

HARIAN NEGERI, Jakarta - Ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memuncak setelah Presiden AS Donald Trump resmi menaikkan tarif impor terhadap produk asal China hingga 104%.

Langkah ini memicu kekhawatiran global atas dampak ekonomi yang lebih luas dari perang dagang dua raksasa ekonomi dunia.

Dikutip dari BBC, Rabu (9/4/2025), International Monetary Fund (IMF) mencatat bahwa AS dan China menyumbang sekitar 43% dari total ekonomi global pada tahun ini.

Ketegangan yang semakin intens ini dikhawatirkan bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi keduanya, bahkan dalam skenario terburuk, bisa menyeret keduanya ke dalam jurang resesi.

Dampak Global

Konflik dagang ini juga diperkirakan menekan pertumbuhan ekonomi global secara keseluruhan. Risiko terbesar adalah berkurangnya investasi global dan terjadinya trade diversion atau peralihan perdagangan.

Produk-produk dari China yang tak bisa masuk pasar AS berpotensi dialihkan ke negara lain, menimbulkan kerugian bagi produsen lokal di negara tujuan baru, serta berpotensi memicu pemutusan hubungan kerja (PHK).

China sendiri, sebagai negara manufaktur terbesar di dunia dengan surplus perdagangan hampir US$ 1 triliun, kini menghadapi tantangan besar dalam mencari pasar alternatif.

Di sisi lain, negara-negara tujuan baru produk China, seperti Inggris, mulai mengkhawatirkan kelebihan pasokan. Asosiasi UK Steel telah memperingatkan potensi membanjirnya baja dari China ke pasar Inggris.

Tarif Ekspor Balasan dan Retaliasi

Langkah Trump menaikkan tarif tertinggi terhadap China diikuti dengan kebijakan serupa ke negara-negara lain. Tarif impor yang dikenakan antara lain: Uni Eropa sebesar 20%, Jepang 24%, Korea Selatan 25%, dan Vietnam 46%.

Tarif universal sebesar 10% juga diberlakukan kepada hampir seluruh negara, kecuali Meksiko dan Kanada.

Tarif tertinggi hanya diberikan kepada China sebesar 104%, menyusul langkah balasan Beijing yang sebelumnya mengenakan tarif 34% terhadap produk AS.

Dalam pernyataannya, Trump menegaskan kebijakan ini sebagai langkah pemulihan ekonomi dan perlindungan terhadap industri dalam negeri.

“Negara kita dan para pembayar pajak telah ditipu selama lebih dari 50 tahun. Namun, hal itu tidak akan terjadi lagi,” ujar Trump, dikutip dari CNN.

Beberapa jam sebelum tarif baru diberlakukan, Trump kembali menegaskan bahwa AS tidak akan tinggal diam. Ia menuduh negara-negara seperti China telah “membunuh” industri AS.

“Negara-negara lain, terutama China, telah membuat kita mati,” tambahnya.

Sementara itu, China menyatakan tidak akan mundur dalam menghadapi tekanan dari AS. Kementerian Perdagangan China menegaskan siap mengambil tindakan balasan yang lebih kuat dan akan “berjuang sampai akhir.”

Ketegangan ini kini menjadi ancaman nyata bagi stabilitas ekonomi global di tengah perlambatan pemulihan pasca-pandemi. Para ekonom pun memperingatkan bahwa perang dagang yang terus bereskalasi hanya akan menambah tekanan pada pasar dan rantai pasok internasional.

Yusuf Wicaksono

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Your experience on this site will be improved by allowing cookies. Kebijakan Cookie