Penulis: Fitri Novianti Wulandari
Hakim merupakan profesi yang tidak mudah dijalankan, karena banyak sekali godaan bersifat materi, ancaman, dan intervensi dari para pihak yang berkepentingan atau pihak-pihak yang culas. Akan tetapi, hakim yang diharapkan bisa menahan godaan-godaan tersebut ternyata tidak sesuai dengan harapan, karena kenyataan menunjukkan bahwa banyak hakim saat ini yang terbuai dan terbujuk akan nafsu mengenai materi ataupun kekuasaan yang lebih. Dapat dilihat dari awal tahun 2023, KY telah menerima sebanyak 566 laporan masyarakat dan 360 surat tembusan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dan permohonan pemantauan persidangan dalam triwulan pertama tahun 2023. Salah satu contohnya, yakni pada 17 Mei 2022 hakim Danu Arman ditangkap saat memakai sabu-sabu di salah satu ruangan hakim di PN Rangkasbitung oleh BNN, dan menjatuhkan sanksi berat berupa pemberhentian secara tidak hormat oleh Amzulian Rifai selaku ketua majelis kehormatan hakim sekaligus ketua komisi yudisial. Sebelum itupun, Danu pernah diberikan sanksi berupa skorsing selama dua tahun karena merebut istri orang. Lalu, timbul kontroversi terbaru terkait Danu Arman kembali aktif bertugas di Pengadilan Tinggi Yogyakarta yang dianggap tidak pantas lagi untuk aktif di lingkungan pengadilan, karena sudah tercorengnya etika dan moral yang membuat hilangnya kepercayaan publik terhadap dirinya. Selajutnya kasus terbaru terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Anwar Usman selaku ketua Mahkamah Konstitusi. MKMK menyatakan bahwa Anwar Usman terbukti melanggar prinsip ketidakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, serta prinsip kepantasan dan kesopanan yang termasuk dalam Sapta Karsa Hutama, dan karena hal itu ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menjatuhkan sanksi kepada Anwar Usman berupa pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi. 2 kasus diatas sudah termasuk pada perbuatan merendahkan kehormatan hakim yang dilakukan oleh hakim itu sendiri. Untuk perbuatan merendahkan kehormatan hakim sendiri diatur di peraturan komisi yudisial RI Nomor 8 Tahun 2013 tentang advokasi hakim.
Kondisi ini mendorong perhatian banyak pihak dalam melakukan perombakan mekanisme perekrutan hakim demi terwujudnya lembaga peradilan yang ideal. Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pengadaan Hakim yang menjadi dasar penyelenggaraan rekrutmen calon hakim. Penyelenggaraan rekrutmen hakim dilakukan melalui jalur Calon Pegawai Negeri Sipil ( CPNS ) yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung bersama Kementrian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi dan Badan Kepegawaian Nasional. Sebenarnya dalam hal ini, mekanisme seleksi CPNS yang digunakan dalam seleksi hakim dianggap tidak tepat dan tidak sesuai dengan amanat undang-undang yang memberikan status pejabat negara kepada hakim. Singkatnya, mekanisme perekrutan ini memiliki berbagai kekurangan yang bisa disimpulkan. Pertama , hasil dari seleksi perekrutan hakim ini menempatkan status calon hakim sama dengan calon pegawai negeri sipil padahal status hakim itu adalah sebagai pejabat negara. Kedua , panitia seleksi hanya melibatkan Kemenpan-RB dan BKN menyebabkan proses seleksi menjadi kurang partisipatif. Ketiga , tahapan seleksi sangat sederhana untuk sebuah jabatan seorang hakim sehingga ini tidak bisa mnejamin kualitas dan integritas hakim. Keempat , proses pendidikan dan pelatihan setelaah seleksi tidak proporsional.
Global Corruption Report in Judicial System menyatakan bahwa dalam system pengangkatan hakim di suatu negara setidaknya tiga indikator, yaitu : 1) Melibatkan organ negara independent; 2) Menerapan merit-based system; 3) melibatkan partisipasi civil society. Negara-negara dengan indeks korupsi di peradilan yang rendah mayoritas menggunakan prinsip shared responsibility dalam penunjukkan atau pengangkatan hakim, artinya dalam rangka memilih hakim yang berintegritas, berbagai pihak harus berpartisipasi dan bertanggungjawab dalam proses pemilihannya. Akan tetapi, di Indonesia bisa secara jelas dipasal 2 ayat (2) Perma Nomor 2 Tahun 2007 mengatur bahwa pengadaan hakim oleh Mahkamah Agung yang hanya dapat dilaksanakan apabila telah mendapat penetapan kebutuhan CPNS oleh kementrian pendayagunaan aparatur negara. Padahal seharusnya MA sebagai organ negara yang bersifat yudisial tidak perlu meminta persetujuan kepada kementrian yang kekuasaan nya berada pada koridor eksekutif. Jika memang ingin adanya perlibatan di luar lingkungan MA akan menjadi lebih baik menjadikan Komisi Yudisial sebagai bagian dari panitia seleksi.
Singkatnya, perombakan dalam hal pemilihan atau perekrutan hakim dimulai terlebih dahulu dengan perlibatan Komisi Yudisial dalam proses seleksi, lalu pendaftaran dan seleksi berkas perlulah ditambah dengan surat rekomendasi dari tokoh akademik dan tokoh non-akademik serta esai yang akan dipertanggungjawabkan di sesi wawancara. Pada tahap tes kemampuan dan pengetahuan bisa dilakukan kerjasama dengan universitas-universitas dalam penyusunan soal-soal yang akan diujikan, lalu adanya seleksi wawancara untuk mengukur kemampuan dalam beragumentasi dan pola berpikir para calon hakim, adanya tes kesehatan dan psikotes, lalu diikutkannya masyarakat dalam proses rekrutmen melalui public hearing , setelah itu masuk tahap Pendidikan dan pelatihan calon hakim, terakhir pengangkatan hakim melalui ketetapan presiden untuk menegaskan status hakim sebagai pejabat negara.
Berdasarkan apa yang tertulis diatas, akar dari terjadinya perbuatan merendahkan kehormatan hakim adalah kurangnya atau bahkan hilangnya kepercayaan publik terhadap dunia peradilan yang memang diawali dari tindakan hakim-hakim itu sendiri yang terkadang sering melakukan pelanggaran kode etik dan tidak menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Strategi yang bisa dilakukan adalah dengan mencari sumber daya manusia yang memang mumpuni dalam mengemban amanah menjadi seorang hakim, dengan dilakukannya proses rekrutmen yang didasarkan pada nilai-nilai partisipatif, akuntabilitas, transparansi, dan objektivitas.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami