Peraturan dan standar ESG memberikan kerangka kerja yang jelas bagi perusahaan untuk menerapkan praktik berkelanjutan dan menjaga transparansi operasional. Di tingkat global, standar seperti Global Reporting Initiative (GRI), Sustainability Accounting Standards Board (SASB), dan Task Force on Climate-related Financial Disclosures (TCFD) menjadi acuan utama dalam pelaporan keberlanjutan. Standar-standar tersebut mengintegrasikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola untuk menciptakan nilai jangka panjang dan mengelola risiko operasional. Pembaruan standar secara berkala memastikan bahwa pelaporan ESG tetap relevan dengan dinamika isu global dan ekspektasi investor internasional.

Di Indonesia, penerapan ESG didorong oleh sejumlah peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 mengenai Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, serta POJK 51/2017 tentang Keuangan Berkelanjutan dan Taksonomi Hijau merupakan contoh nyata komitmen nasional untuk mendorong praktik bisnis yang ramah lingkungan. Kebijakan-kebijakan tersebut mengharuskan perusahaan untuk menyusun dan mengungkapkan laporan keberlanjutan secara transparan, sehingga memudahkan pemangku kepentingan dalam menilai kinerja ESG.

Penerapan standar ESG tidak hanya membantu perusahaan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial, tetapi juga meningkatkan daya saing serta akses ke modal. Perusahaan yang mematuhi standar ESG cenderung memiliki manajemen risiko yang lebih baik, reputasi yang kuat, dan kemampuan untuk menarik investor yang semakin mengutamakan keberlanjutan. Sinergi antara regulator, perusahaan, dan lembaga sertifikasi seperti DQS turut memperkuat implementasi ESG di berbagai sektor. Upaya kolaboratif ini mendukung transisi menuju ekonomi hijau dan memastikan pertumbuhan yang inklusif serta berkelanjutan.