Oleh: Muhammad Arif
Indonesia menghadapi ancaman serius dari korupsi dan tindak pidana ekonomi yang merugikan keuangan negara. Laporan dari Indonesia Corruption Watch pada Agustus 2025 terkait Laporan Hasil Pemantauan Tren Korupsi Tahun 2024 yaitu hasil pemantauan menunjukkan bahwa tren penindakan kasus korupsi mengalami penurunan, baik dari segi jumlah perkara maupun jumlah tersangka
Sebaliknya, nilai kerugian negara justru meningkat tajam. Pada tahun 2023, potensi kerugian negara tercatat sebesar Rp28,4 triliun, sedangkan pada 2024 meningkat menjadi Rp279,9 triliun. Kenaikan ini mencapai Rp251,5 triliun atau sekitar 885,2 persen atau nyaris sembilan kali lipat dari tahun sebelumnya.
Namun demikian, perlu dicatat bahwa lonjakan nilai kerugian keuangan negara pada tahun 2024 sebagian besar disebabkan oleh kasus dugaan korupsi dalam Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk, yang berlangsung sejak tahun 2015 hingga 2022. Kasus ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp271 triliun, atau sekitar 96,85% dari total keseluruhan kerugian keuangan negara yang mencapai Rp279 triliun.
Dengan demikian, di luar kasus tersebut, nilai kerugian keuangan negara yang berhasil diungkap oleh aparat penegak hukum hanya sebesar Rp8,8 triliun. Penurunan jumlah kasus dan tersangka yang ditangani oleh aparat penegak hukum tidak serta merta menunjukkan bahwa kasus korupsi di Indonesia menurun. Penurunan jumlah kasus dan tersangka ini, menurut analisis ICW, mencerminkan merosotnya kinerja aparat penegak hukum dalam menangani tindak pidana korupsi.
Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, aparat penegak hukum tidak transparan dalam mempublikasikan data kinerja penindakan. Kedua, fungsi koordinasi dan supervisi antara KPK dengan APH lainnya tidak berjalan optimal. Ketiga, aduan masyarakat kerap tidak ditindaklanjuti secara serius oleh APH. Berita dari https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/berita-daerah/selama-2023-kpk-pulihkan-aset-negara-sebesar-rp525-miliar menyatakan bahwa ”Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil melakukan Aset Recovery sebesar Rp525,415,553,599,- sudah termasuk PSP dan Hibah.
Aset Recovery menjadi salah satu sumbangsih nyata hasil pemberantasan korupsi terhadap pemasukan kas negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)”. Lagi-lagi hal ini menunjukkan bahwa pemulihan aset masih rendah dibandingkan nilai kerugian negara.
Kesenjangan besar ini mencerminkan adanya kelemahan mendasar dalam sistem hukum yang berlaku, khususnya pada mekanisme conviction-based asset recovery.
Prosedur ini mengharuskan adanya putusan pidana berkekuatan hukum tetap sebelum aset hasil kejahatan dapat disita dan dirampas. Proses hukum yang panjang dan birokratis sering kali memberi ruang bagi pelaku untuk melarikan, menyamarkan, atau menghilangkan aset mereka sebelum putusan dijatuhkan.
RUU Perampasan Aset dan Solusi Hybrid
Untuk menjawab tantangan tersebut, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi instrumen hukum yang sangat krusial. RUU ini dirancang sebagai langkah proaktif untuk mempercepat pemulihan aset negara yang hilang akibat tindak pidana korupsi dan kejahatan ekonomi. Ketua KPK bahkan menyebut RUU ini sebagai “langkah revolusioner” dalam memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia.
RUU Perampasan Aset perlu mengadopsi mekanisme Hybrid Asset Recovery (HAR). Pendekatan hybrid ini merupakan kombinasi antara conviction-based forfeiture (berdasarkan putusan pidana) dan non-conviction based forfeiture (NCBF). Skema ini selaras dengan ketentuan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang mendorong negara anggota untuk memiliki mekanisme pemulihan aset, baik dengan maupun tanpa putusan pidana. Indonesia sendiri telah meratifikasi UNCAC sejak tahun 2006, sehingga penerapan HAR merupakan bentuk penyesuaian terhadap standar hukum internasional.
Melalui pendekatan hybrid, negara tetap dapat melakukan perampasan terhadap aset hasil kejahatan meskipun pelaku telah melarikan diri, meninggal dunia, atau tidak dapat dijatuhi hukuman karena alasan tertentu.
Tantangan dan Dampak Strategis
Meskipun strategis, implementasi HAR menghadapi sejumlah tantangan utama:
1. Aspek Hukum
Belum adanya regulasi yang secara eksplisit mengatur mekanisme NCBF di Indonesia menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi pelanggaran hak asasi manusia dan asas praduga tak bersalah.
2. Aspek Politik
Resistensi dari pihak-pihak yang berpotensi kehilangan aset memerlukan komitmen politik yang kuat dari DPR dan pemerintah agar RUU Perampasan Aset tidak berhenti di tahap pembahasan.
3. Aspek Teknis
Terbatasnya integrasi data aset lintas lembaga (seperti KPK, Kejaksaan, Kepolisian, dan OJK), serta keterbatasan kapasitas sumber daya manusia dan teknologi forensik keuangan masih menjadi hambatan nyata.
Untuk mengatasinya, strategi implementasi HAR perlu diarahkan pada pengesahan segera RUU Perampasan Aset dengan ketentuan hybrid, penguatan koordinasi antar lembaga penegak hukum, serta pemanfaatan teknologi digital seperti blockchain untuk menciptakan registri aset nasional yang transparan. Selain itu, peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dalam bidang forensik keuangan menjadi keharusan agar mekanisme ini dapat berjalan efektif.
Adopsi HAR akan memberikan dampak ganda bagi Indonesia:
1. Dampak Ekonomi
Memperkuat kapasitas fiskal negara melalui hasil rampasan aset yang dapat dialokasikan untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, serta mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
2. Dampak Sosial
Menimbulkan efek jera terhadap pelaku kejahatan, mewujudkan keadilan restoratif dengan mengembalikan hak publik, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga penegak hukum.
Indonesia perlu segera mengesahkan RUU Perampasan Aset dengan mekanisme Hybrid Asset Recovery agar dapat menempatkan diri sejajar dengan standar global dalam pemberantasan korupsi.
Langkah ini bukan sekadar reformasi hukum, melainkan kunci strategis untuk memulihkan triliunan rupiah aset negara yang hilang sekaligus menjamin keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai *
Top Story
Ikuti kami